Ide lama yang berkait dengan tradisi, hierarki monarki, aristokrat serta dominasi agama tertentu digulingkan secara tiba – tiba lalu diganti dengan liberte, egalite, fraternite (kebebasan, persamaan dan persaudaraan).
Revolusi Perancis adalah suatu periode radikal dan pergolakan politik yang berdampak abadi terhadap sejarah Perancis bahkan Eropa semuanya. Monarki absolut yang telah memerintah Perancis selama berabad – abad runtuh dalam proses sengit tiga tahun. Rakyat Perancis mengalami transformasi sosial politik yang epik. Feodalisme, aristokrasi dan monarki dilumpuhkan oleh politik radikal sayap kiri, oleh massa di jalan – jalan dan oleh masyarakat penanam sayur di pedesaan.
Semangat dari Revolusi Perancis adalah membuat perubahan radikal atas sistem pemerintahan usang. Ketidakpuasan tiada ampun terhadap sistem Ancien Regime yang beku kaku dan menindas. Louis XVI bersama ribuan pengikutnya dieksekusi mati pada 1793 setelah sebuah negara Republik Perancis berdiri setahun sebelumnya. Lepas dari mulut harimau, Perancis meregang di mulut buaya. Liberte, egalite, fraternite di masa – masa awal tampak seperti dusta besar guna menggelegakkan darah rakyat untuk jadi pion – pion revolusi.
Lalu pemerintahan teror pun terjadi di bawah Diktator Maximilien Roberspkierre, 40 ribu rakyat Perancis meregang nyawa. Roberspierre pun dimatikan dengan cara tidak hormat, pada 1799 ia diganti oleh Napoleon Bonaparte, seorang mantan perwira altileri yang menonjol. Setelah itu apakah rakyat Perancis akan baik – baik saja? Tidak!Kekuasaan hanya bersalinmuka, dari monarki absolut yang memuakkan menjadi republik demokratik sekuler radikal yang lebih otoriter dan termiliteristik.
***
Seabad sebelumnya, tepat 100 tahun, di belahan bumi yang lain, di Kota Tinggi, Johorseorang raja pongah dan kejam mendapatkan ajalnya dengan cara ditikam pada tahun 1699. Ia adalah raja Melayu terakhir yang memerintah tanah Semenanjung dari trah Sang Sapurba. Sang Sapurba sendiri adalah seorang kelana yang diuntungkan oleh mitos keagungan Iskandar Zulkarnain.
Sang Sapurba dan anak keturunannya mengenggam legitimasi berabad – abad bagi imperium Melayu atas dasar perspektif imajiner dan peta konstalasi kosmos yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tiada perintah dari langit, tidak pula ada ayat – ayat yang diturunkan bahwa keturunan Iskandar Zulkarnain berhak menjadi raja, dan memerintah di mana pun di muka bumi ini. Sedangkan otentifikasi, benar tidaknya ia keturunan Zulkarnain adalah hal lain yang lebih memusingkan. Jika benar demikian, mereka jelas orang asing, tidak berdarah Melayu, tidak ada bedanya dengan bangsa Eropa yang datang kemudian (Iskandar Zulkarnain untuk sementara diyakini sebagai Alexander the Great, Raja Macedonia dekat Yunani). Baca: Mendebat Raja Singapura Tua
Setali tiga uang, raja – raja Eropa pula, membuat rekaan – rekaan imajiner sebagai keturunan langit, titisan dewa – dewi. Lalu rakyat pun percaya kemudian menyerahkan daulat. Sebuah mitologi tidak lengkap tanpa alasan pembenaran yang dramatik. Sebelum mendapat legitimasi atas mitos – mitos yang ditegakkan, calon raja harus membuktikan diri sebagai sakti mandraguna melebihi jelata.
Yang mangkat di Kota Tinggi, Johor itu adalah Sultan Mahmud Syah II. Jika kita abai membaca sejarah, ditambah masih menjangkitnya virus feodalisme warisan moyang kita, lantas nama Sultan Mahmud Syah II akan terdengar harum mewangi, aromanya mampu membangkitkan dahaga romantisme akan keagungan Melayu masa silam.
Pada 1695, Alexander Hemilton seorang kapten kapal Skotlandia dibuat pucat pasi, lantaran pistol yang ia hadiahkan kepada penguasa Johor itu, diuji oleh Mahmud dengan menembakkannya ke bahu pengawalnya sendiri. Tidak hanya jahat, dalam menegakkan kesombongannya sebagai raja, Sultan Mahmud bertabiat seperti orang lumpuh, kemana – mana harus ditandu atau dijulang.
Kekejaman Sultan Mahmud sedang ada di puncak, begitu ia tega membelah perut Wan Anom yang sedang hamil tua, hanya gara – gara seulas nangka. Mahmud sedikitpun tidak memandang Laksamana Megat Sri Rama yang berjasa atas negerinya. Peristiwa naas itu terjadi kala Megat Sri Rama, suami Wan Anom sedang meronda di perairan Riau.