Pada tahun 46 Masehi api membakar kota Roma menjadi puing-puing. Meskipun Nero sendiri sebagai Kaisar Roma menitahkan api dipadamkan, tapi kecenderungan artistiknya segera ketahuan lalu konon ia bernyanyi dan menari saat menyaksikan Roma membara.
Rumor berkembang kalau api itu sebenarnya ia yang menyalakan untuk membuat jalan bagi istana mewah yang disebut Gedung Emas, yang dibangun saat seharusnya kepentingan pemukiman publik lebih diutamakan. Api itu juga dijadikan alasan pembantaian pertama terhadap sebuah komunitas agama yang tidak ia senangi.
Selain Caligula, Nero adalah kaisar paling buruk yang pernah ada dalam kekaisaran Romawi dahulu kala. Terlahir sebagai Lucius Domitius Ahenobarbus, ibunya Agripina muda mengubah namanya menjadi Nero Claudius Caesar saat Agripina menikahi pamannya, Kaisar Roma Claudius.
Tatkala Claudius mati – mungkin karena diracun Agripina – Nero yang baru berusia 17 tahun diangkat sebagai kaisar oleh senat dan pegawai Praetorian. Tetapi Agripina tetap memegang kendali sebagai wali. Pada 59 Masehi, Agripina pula harus tamat di tangan Nero, anak kandungnya sendiri, setelah beberapa kali gagal dibunuh.
****
Pada medio 1980, pembangunan pulau Batam mulai menggeliat. Cetak biru tata kota pada fase awal amat mengacu pada masterplan Batam sebagai Kawasan Berikat, namun seperti menapikan dimensi sosio-kultural yang ada. Pihak berkuasa ingin lekas – lekas melakukan rombakan pada titik strategis seperti Jodoh serta membidani Nagoya untuk jadi tempat membeli belah yang aduhai.
Ruang - ruang kumuh segera dimodernisasi namun upaya ini ditegah oleh masyarakat tempatan yang belum mau diusik. Pembangunan yang dipercepat menyisakan luka sejarah.
Sebuah siasat tengah direncanakan untuk menepikan orang – orang tempatan. Roda pembangunan yang bergerak cepat sedang berhadap-hadapan dengan mereka pada arah jam 12. Meski klakson-klakson telah dibunyikan, namun tak secepat itu orang-orang tempatan akan beranjak. Roda itu pun menggilas mereka tanpa ampun.
Ada solusi untuk memindahkan penduduk Jodoh ke suatu kawasan pemukiman di tiga titik yakni Kampung Utama, Baloi Indah dan Pelita, tapi rencana ini tidak mulus karena alasan aksesibilitas.
Kondisi itu memicu ketegangan demi ketegangan, terutama ketika pedagang pasar Jodoh menolak dipindahkan ke sentra bisnis Nagoya yang baru saja dibangun dan mahal.
Dari suara pedagang terdengar keluhan, Nagoya tidak seramai Jodoh untuk orang singgah berbelanja. Akan halnya para nelayan tradisional dari tipikal Melayu yang tak banyak keletah, yang telah turun temurun mengais rezeki di perairan Jodoh, meminggir ke pulau-pulau berhampiran, demi meneruskan “kutukan” sebagai nelayan seumur hidup.