Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Posisi (Menteri), Oposisi, dan Disposisi

6 Juli 2019   12:50 Diperbarui: 6 Juli 2019   15:57 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.allbusiness.com

Dalam pembicaraan lucu-lucuan politik pasca pilpres selalu muncul diksi seperti rekonsiliasi, koalisi, oposisi dan posisi (menteri). Demokrasi minus literasi itu memang lucu. Demokrasi akhirnya hanya lema abstrak, karena belum ada padanan kata yang eksak untuk menjelaskan apa sistem politik kita sebenarnya.

Di dalam konstalasi kosmos, mulai dari UC Scuti (sebuah bintang maha raksasa yang berhasil dicatat bumi dengan besar tiga juta kali matahari) hingga Quark sebagai inti atom super halus, posisi dan oposisi selalu ada. Kita dapat mendalaminya lewat fisika kuantum dan fisika partikel.

Dalam Antro-sosiologis, manusia sebagai makhluk sosial sekaligus politik (zoon politicon) berkeliaran di muka bumi adalah selang seling di antara posisi dan oposisi. Sang Maha Kosmos telah menitipkan dua macam naluri dasar ke dalam sistem algoritma manusia yakni reptilia, sebagai penjaga untuk bertahan dan menyerang, dan mamalia, untuk berkelompok dan berkasih sayang. Itulah bahan dasar posisi dan oposisi.

Kedua naluri dasar ini juga terdapat pada simpanse. Perbedaan DNA kita dengan mereka hanya 2 % sampai 5 %. Perbedaan yang amat tipis, tapi mampu menyulap kita menjadi Stephen Hawking atau monyet sirkus. Saya hanya ingin mengatakan bahwa posisi dan oposisi bukanlah wacana kekinian apalagi futuristik, itu hanyalah dinamika purbawi.

Sehingga seseorang tidak perlu terlalu banyak membuang narasi-narasi yang seolah-olah educated untuk menjelaskan bahwa mereka sedang mengincar posisi menteri, misalnya. Karena kera jantan juga melakukan hal serupa untuk merebut betina atau posisi ketua kelompok.

Bumi adalah wadah terbesar manusia. Posisi kita sebagai pewaris bumi mungkin akan beroposisi terhadap makhluk ekstraterestrial. Taruhlah prediksi para kosmolog benar, bahwa ada tetangga bintang terdekat kita yang memiliki tata surya dengan salah satu planetnya memberi akses terhadap kehidupan bagai bumi.

Mereka mampu mendeteksi kita lewat gelombang radio dan televisi yang sudah kita pancarkan selama seratus tahun terakhir. Bila ada ancaman dari langit, manusia bumi lintas benua secara reptilia akan bersatu menghunuskan senjata menghadapi para musafir kosmik yang kita panggil alien.

Di lintas benua pula, para bangsa mulai gelisah memandang sejarah eksistensinya yang tercabik oleh sejarah kolonialisasi, penindasan, dan perang. Mereka kemudian mendirikan negara-negara. Mitologi, glorifikasi, kegelisahan eksistensial, imaji utopia, ideologi sampai biologi, menjadi batu bata bagi bangunan khayali yang kita sebut nasionalisme.

Di dalam negara yang diselubungi nasionalisme itu, posisi dan oposisi dipicu  oleh diskursus untuk mengendapkan tirani dan penindasan serta oleh politik kekuasaan. Seharusnya hanya ada dua posisi yakni rakyat dan tirani untuk melahirkan demokrasi, tapi secara lucu, para elite lah yang membagi dirinya sebagai posisi dan oposisi, itupun jika tidak tercapai rekonsiliasi.

Rekonsiliasi dan koalisi sebenarnya adalah sebuah kelucuan dalam Trias Politika, karena esensi parlemen adalah oposisi untuk menjaga rakyat agar tirani tak bangkit lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun