Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

[Hari Anak Sedunia] Tindakan Seks dengan Anak, Kenapa Tak Boleh?

17 Maret 2017   15:58 Diperbarui: 20 November 2019   13:19 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.kompas.com

Tiba-tiba, dunia maya dihentakkan kabar perilaku para pedofil yang menjaring anak-anak menjadi korbannya melalui internet. Ramai-ramai orang mengutuk internet sebagai biang terbukanya kesempatan dan biangnya praktik-praktik kekerasan seksual kepada anak. 

Seorang kolega dan senior dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi melalui akun twitternya kira-kira menulis begini, "internet lagi yang disalahkan. Solusinya nanti internet ditutup. Simplifikasi sekali. Malas mikir."

Terungkapnya jaringan para pedofil ini, tentu saja hanya salah satu bukti mengenai kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak memang sudah menjadi fenomena luar biasa di Indonesia. 

Sebagaimana dirilis media online, mengutip laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2015, Maria Hartiningsih menyebutkan telah terjadi kasus pelecehan seksual sebanyak 1.726 kasus, dan 58 persennya anak-anak sebagai korbannya. 

Menurutnya, ada sekitar 1.000 kasus pelecehan seksual yang dialami anak-anak dengan ragam bentuknya, sodomi, pemerkosaan, dan incest. Angka kasus kekerasan seksual terhadap anak memang terus meningkat setiap tahunnya. 

Pada tahun 2013, terjadi 2.700 kasus 42 persennya kasus pelecehan seksual, dan pada tahun 201 terjadi 3.339 kasus kejahatan terhadap anak, kasus pelecehan seksual mencapai 52 persen.

Tetapi kenapa internet yang disalahkan? Ini merupakan pemikiran paling konservatif dalam kehidupan manusia. Menyalahkan alat manakala kesalahan terjadi dalam dirinya. 

Lihat saja, saat seseorang bermain bulu tangkis, dan pukulan kerasnya tak tepat, bahkan bola berbulu itu melenceng jauh keluar lapangan, ia akan segera melihat raketnya, seakan-akan raket itulah yang salah, mungkin ia bengkok, mungkin senarnya kurang kecang, dan sederta pertanyaan yang dituduhkan kepada raket sebagai alat.

Penyalahan alat merupakan jalan pintas dan paling efektif menutupi kesalahan diri manusia. Kalau dibawa ke dalam ranah kebijakan, menyalahkan internet sebagai biang keladi persoalan pedofil sedang menunjukkan perilaku paling konservatif itu. 

Tujuannya tentu saja mengalihkan kesalahan dalam menegakkan kebijakan kepada internet. Lalu akan disusul solusi melakukan pemblokiran atau penutupan dan pembatasan penggunaan internet.

Penyalahan alat, merupakan penanda bagi tidak bekerjanya pemikiran kritis dalam para pengambil kebijakan dan juga masyarakat umum. Sebuah kerangka berpikir yang selalu mempertimbangkan banyak sistem yang bekerja dalam kehidupan, dalam kebudayaan suatu bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun