Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Timbul Tenggelam, Membadai dan Setia

21 November 2017   13:38 Diperbarui: 21 November 2017   13:40 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar laman kompasiana

Tahun 2009, saat berselancar, tanpa sengaja meng-klik website kompasiana. Membaca beberapa saat, saya meyakini web olahan kompas ini akan menjadi besar pada saatnya nanti. Saya mendaftar sebagai anggota web ini, meski tak kmudian langsung mulai menulis. Ketika mulai menulis, dan sudah puluhan tulisan ditayangkan, rasa sedih melanda rasa. Email saya dibajak orang, sehingga tak bisa lagi mengaksesnya. Setelah memiliki email baru, saya mengontak ke admin kompasiana, apakah bisa mengganti email di akun kompas_id. Jawabnya, seperti tersambar geledek, tidak bisa.

Tidak ada pilihan lain, saya akhirnya membuat akun kompasiana baru, setelah dua tahun menjadi warga Kompasiana (2011), dengan menghikhlaskan konten yang ada di akun lama. Saya memuali dari 'nol' menulis satu per satu untuk berbagi konten dan menerima konten dari kompasianer yang lain. Sedih itu masih sering muncul manakala mengingat peristiwa berganti akun baru ini.

Bangga

Menjadi kompasianer, setidaknya memiliki kebanggaan tersendiri, meski sebenarnya saya memiliki blog sendiri. Kebanggaan itu muncul dalam beberapa momentum. Pertama, saat melihat gagasan yang dilemparkan dalam tulisan mendapatkan perhatian dari pembaca dengan ditandai banyaknya angka dibaca. Sebab, dengan banyak pembaca menunjukkan gagasan kita setidaknya aktual.

Walaupun tingkat dibacanya sebuah tulisan bisa karena dua kemungkinan, karena masuk dalam kategori headline dan kategori pilihan. Pada umumnya tulisan yang tidak masuk dua kategori itu itu akan langsung lenyap seperti daun tertiup badai. Tetapi jika sudah memiliki pengikut, masuk pilihan dan headline atau tidak akan sama saja kejadiannya, banyak dibaca orang.

Kedua, manakala tulisan mendapatkan komentar dari pembaca. Komentar menunjukkan pembaca membaca penuh tulisan kita, tak hanya sekadar klik lalu melangah lagi. Komentar positif atau negatif tak perlu dirisaukan, apalagi sampai marah segala macam. Bisanya saja, tak perlu kecewa.

Ketiga, mendapatkan penilaian dari pembaca lain. Meski berbeda dengan komentar, penilaian tetap saja merupakan bentuk apresiasi pembaca terhadap sebuah tulisan. Maka , bergembiralah manakala tulisan kita mendapatkan penilaian, tak penting apakah penilaian itu positif atau negatif.

Tak Selalu Aktif

Meski sering menjanjikan terhadap diri sendiri untuk bisa aktif menulis, setidaknya, satu hari satu tulisan, tetap saja komitmen terhadap diri sendiri itu tak juga selalu terpenuhi. Terkadang bisa, tetapi terkadang sampai berminggu-minggu tak juga bisa menulis. Melompong, tak ada satu tulisan pun bisa diposkan.

Kalau sudah begini, duka dalam hati menyayat-sayat luar biasanya perihnya. Eksistensi diri menggugat-gugat. Untuk menjadi warga Kompasiana ,anakala tak menulis sama sekali. Sebagai warga kampung yang tujuannya berbagi ide melalui tulisan, tetapi tak mengunggah tulisan. Waah dalah. Sungguh keterlaluan.

Egois, kata hati selanjutnya. Sebab, tak pernah membagi gagasan, informasi dan pengetahuan, tetapi hanya mau menerima saja dari banya orang. Itu yang disebut sebagai warga kampung yang egois.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun