Mohon tunggu...
Muhammad Marwan
Muhammad Marwan Mohon Tunggu... Lainnya - marwan

mahasiswa yang ingin wisuda aamiin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praktik Treaty Shopping Serta Dampaknya Terhadap Pendapatan Negara

17 Oktober 2021   13:59 Diperbarui: 17 Oktober 2021   15:04 4318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Globalisasi membawa dampak perubahan kepada setiap sektor kehidupan manusia. Salah satu sektor yang terdampak ialah sektor ekonomi. Pada zaman sekarang ini, transaksi-transaksi ekonomi menjadi sangat mudah dilakukan. Bahkan transaksi lintas Negara bukanlah sesuatu hal yang sulit di era globalisasi ini. Berkat globalisasi, Negara-negara di dunia saat ini seolah-olah tidak memiliki batasan dalam artian geografis yang menghalangi kegiatan ekonomi mereka. Karena tidak adanya “sekat” yang menghalangi, banyak transaksi ekonomi lintas negara yang terjadi. Dari transaksi-transaksi yang terjadi ini tentunya dapat menimbulkan suatu hak bagi Negara untuk memajakinya. Hal ini menunjukkan bahwa globalisasi memberikan dampak positif bagi suatu Negara, yakni Namun ternyata globalisasi juga membawa dampak negatif yang tidak dapat dihindari. Permasalahan-permasalahan baru mulai timbul seiring berkembangnya globalisasi. Salah satu contoh permasalahan yang dibawa oleh globalisasi ialah permasalahan pemajakan berganda. Pemajakan berganda atau double taxation dapat terjadi pada sebuah transaksi lintas batas Negara, yang mana dalam transaksi tersebut ada lebih dari satu Negara yang mengklaim hak pemajakannya. Mereka mengklaim bahwa mereka dapat memajaki transaksi tersebut berdasarkan salah satu dari faktor penghubung yang dapat berupa faktor subjektif atau faktor objektif. Faktor subjektif dapat menimbulkan klaim hak pemajakan terhadap penghasilan yang berasal dari Negara tersebut maupun yang berasal dari luar Negara tersebut, atau istilah yang sering kita dengar ialah prinsip worldwide income. Sedangkan itu, faktor objektif dapat menimbulkan klaim hak pemajakan yang hanya dapat dikenakan terhadap penghasilan yang bersumber dari suatu Negara. Apabila ada dua Negara yang masing-masing menggunakan kedua faktor penghubung tersebut, maka akan menimbulkan konflik pemajakan berganda.

Pajak Berganda

Pajak berganda telah menjadi isu di dunia perpajakan internasional. Para pelaku bisnis lintas Negara mau tak mau harus merasakan dampaknya dikarenakan adanya isu pemajakan berganda ini. Mereka jadi harus membayar pajak dua kali di dua Negara yang berbeda. Tentunya hal ini dapat menghambat kegiatan bisnis yang mereka jalani. Mereka jadi harus berpikir dua kali apabila ingin melakukan transaksi lintas Negara. Karena transaksi-transaksi mereka nantinya akan dikenai pajak dua kali di dua Negara yang berbeda. Hal ini akan berdampak pada laba bersih setelah kena pajak yang akan mereka peroleh. Laba bersih setelah kena pajak yang diterima oleh mereka menjadi lebih kecil dari yang seharusnya akibat dari adanya pajak berganda ini.

Pajak berganda dapat dikategorikan menjadi dua menurut sifatnya, yakni yuridis dan ekonomis. Pajak berganda yang bersifat yuridis ialah ketika seorang subjek pajak dikenai pajak di lebih dari satu Negara terhadap penghasilan yang sama pada suatu tahun pajak yang sama pula. Sedangkan itu, pajak berganda yang bersifat ekonomis ialah situasi ketika suatu penghasilan yang sama, dikenai pajak berkali-kali pada dua atau lebih subjek pajak yang berbeda.

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

leh karena itu, untuk mengatasi permasalahan pajak berganda ini, dibuatlah suatu solusi antar Negara yang dinamakan dengan tax treaty atau kita lebih sering mendengarnya dengan istilah Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda ini dibuat dengan tujuan agar permasalahan pajak berganda yang dialami oleh para pelaku bisnis lintas Negara tidak dapat terjadi. Tentunya dengan adanya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda ini dapat menjadi angin segar bagi para pelaku bisnis lintas Negara. Mereka jadi tidak perlu khawatir apabila ingin melakukan transaksi lintas Negara, karena dengan adanya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda ini, atas setiap transaksi-transaksi yang mereka lakukan tidak akan dikenai pajak dua kali di dua Negara yang berbeda.

Treaty Shopping

                                          Namun pada kenyataannya, kemudahan dan keringanan yang telah diberikan oleh Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda malah disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu. Mereka mencari celah dari pasal-pasal yang ada di Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda agar mereka dapat membayar pajak yang lebih kecil dari yang seharusnya. Cara-cara yang digunakkan oleh oknum-oknum tertentu ini dalam memanfaatkan celah yang ada di pasal-pasal Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda biasa kita kenal sebagai skema treaty shopping. Skema treaty shopping ini digunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk mendapatkan suatu strategi agar perusahaan dapat membayar pajak yang lebih rendah dari yang seharusnya. Skema treaty shopping ini tentunya menguntungkan bagi oknum-oknum yang memanfaatkannya, karena nantinya mereka akan mendapatkan laba setelah kena pajak yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Namun justru sebaliknya, bagi Negara-negara yang bersangkutan skema treaty shopping ini justru merugikan Negara tersebut, karena pajak yang seharusnya mereka terima justru lebih rendah dari yang seharusnya.

                                          Menurut Arnold & Mclntyre, treaty shopping adalah penggunaan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda oleh orang yang bukan residen dari kedua Negara yang bersepakat, dengan cara membentuk perusahaan cangkang di salah satu Negara yang bersepakat tersebut. Perusahaan cangkang adalah perusahaan yang mempunyai nama, mempunyai status hukum, namun tidak memiliki aktivitas operasi selayaknya perusahaan normal. Salah satu tujuan didirikannya perusahaan cangkang ini ialah untuk penghindaran pajak.

                                          Suatu skema yang digunakan oleh WP di suatu Negara yang belum membuat Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, lalu mendirikan anak perusahaan di Negara yang telah memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Kemudian WP tadi berinvestasi kepada anak perusahaannya, sehingga WP tadi bisa menggunakan fasilitas-fasilitas yang tercantum di dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda kedua Negara yang telah bersepakat tersebut. Hal ini merupakan pengertian treaty shopping menurut V. Thuronyi

                                          Kemudian, pengertian treaty shopping menurut R. Mansury ialah suatu usaha yang digunakan oleh wajib pajak yang nyatanya bukan merupakan wajib pajak dari Negara yang bersepakat dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan Indonesia. Kemudian wajib pajak tersebut mendirikan sebuah badan hukum atau anak perusahaan di Negara yang bersepakat dengan Indonesia. Tujuan dilakukannya hal tersebut ialah agar penghasilan yang didapatkan dari Indonesia dikenakan fasilitas Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, namun badan hukum atau anak perusahaan tersebut sebenarnya bukan penerima manfaat yang sesungguhnya atas penghasilan yang diperoleh dari Indonesia. Badan hukum atau anak perusahaan tersebut hanyalah perusahaan cangkang yang digunakan oleh wajib pajak untuk memperoleh fasilitas yang tercantum di Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan Negara yang bersepakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun