Tanggal: 21 September 2025 & 24 September 2025
Penulis: Maulin Annisa, S.Psi., M.Psi
“Jika kamu punya pikiran untuk bunuh diri, ingatlah satu hal bahwasannya kamu tidak sendirian. Selalu ada jalan, selalu ada orang yang bisa mendengar, entah itu teman, keluarga, atau tenaga profesional. Jadi jangan ragu untuk meminta bantuan, jangan ragu untuk bercerita. Karena meminta tolong bukan merupakan sebuah kelemahan, tapi merupakan keberanian”
Kalimat itu menjadi pesan penutup yang menggema di kegiatan Kongkow Private (nongkrong santai sambil ngobrol), penutup hangat dari rangkaian Kampanye Bulan Pencegahan Bunuh Diri 2025 yang digagas komunitas Ruang Jiwa, Rangurai, Tikum Buku, dan Pekanbaru Book Party, membuat kampanye ini terasa berlapis kombinasi antara edukasi psikologis, kekuatan narasi, dan pendekatan kreatif membuat pesan pencegahan sampai ke publik secara humanis.
Gerakan ini bukan sekadar memperingati hari penting, tapi usaha kolektif anak muda Pekanbaru untuk membangun ruang aman, menyuarakan empati, dan menormalisasi pembicaraan tentang kesehatan mental.
Setiap tanggal 10 September, dunia memperingati World Suicide Prevention Day atau Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia. Sejak ditetapkan oleh International Association for Suicide Prevention (IASP) bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003, hari ini menjadi momen refleksi global untuk menumbuhkan kesadaran bahwa setiap nyawa berharga dan setiap cerita pantas untuk didengar. Tahun 2025, di Pekanbaru lewat serangkaian kegiatan edukatif dan empatik yang dikemas dalam Kampanye Bulan Pencegahan Bunuh Diri 2025.
Kegiatan Pertama: Kampanye di CFD “Bersama, kita selamatkan harapan”
Kegiatan pembuka bulan pencegahan bunuh diri tahun ini dimulai melalui kampanye terbuka di area Car Free Day (CFD). Kegiatan dengan membagikan selebaran informasi tentang pencegahan bunuh diri, mengenalkan layanan ruang aman bercerita, dan mengajak masyarakat untuk ikut peduli terhadap isu kesehatan mental melalui booth informasi yang menampilkan data, layanan bantuan, dan literatur singkat tentang pentingnya kesehatan mental.
Suasana pagi itu penuh warna. Di antara hiruk-pikuk pengunjung CFD, rekan-rekan komunitas bersama-sama memegang kertas bertuliskan “Butuh teman cerita, kami siap mendengarkan” Dan membagikan selebaran yang berisi informasi mengenai tanda-tanda seseorang membutuhkan pertolongan yang bisa diakses oleh masyarakat. Tak hanya itu, mereka juga membuka layanan “Ruang Aman Bercerita”, tempat siapa pun bisa mampir untuk sekadar bercerita atau berbagi pengalaman tanpa takut dihakimi.
Meskipun sebagian masyarakat masih tampak bingung tentang pentingnya isu ini, namun tidak sedikit pula yang menunjukkan ketertarikan. “Awalnya kami pikir ini kegiatan biasa, ternyata tentang kesehatan mental. Bagus juga ya, jadi tahu ke mana harus cerita kalau lagi terpuruk,” ujar salah satu pengunjung CFD. Antusiasme ini menjadi tanda bahwa kesadaran masyarakat mulai tumbuh, meski perlahan.
Menurut data yang dikutip dari penelitian Syahril dan Hidayah (2025), Tingkat prevalensi gangguan mental, stres, dan depresi di Pekanbaru mencapai sekitar 5,67% total populasi. Sementara penelitian Niriyah dkk. (2023) menunjukkan lebih dari separuh remaja di Pekanbaru pernah memiliki ideasi bunuh diri, baik berupa keinginan terselubung (44%) maupun rencana terstruktur (46%). Angka ini menggambarkan betapa isu kesehatan mental masih membutuhkan perhatian serius di tingkat lokal.
Lebih luas lagi, data nasional menunjukkan angka kasus bunuh diri meningkat 60% selama lima tahun terakhir. Lebih dari 80% di antaranya berasal dari kelompok remaja yang melaporkan pernah memiliki pikiran, rencana, atau upaya untuk bunuh diri. Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan potret nyata dari krisis yang masih jarang dibicarakan secara terbuka.