Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar nomor satu di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau dan garis pantai sepanjang 108.000 km. Wilayah laut di Indonesia mencakup sekitar 6,4 juta kilometer persegi, menjadikan dua per tiga wilayah Indonesia terdiri dari air laut. Namun, dengan luas lautan yang sangat demikian besar, pasti muncul di benak kita satu pertanyaan yang sangat krusial. Yaitu "Laut kita sangat luas, tapi siapa yang jaga?". Pertanyaan ini bukan hanya sekedar pertanyaan biasa, melainkan sebuah refleksi atas tantangan nyata yang sedang di hadapi Indonesia dalam menjaga dan mengelola wilayah maritimnya. Laut di Indonesia banyak sekali menyimpan potensi ekonomi yang luar biasa besar, mulai dari sektir perikanan, energi, transportasi laut, hingga pariwisata bahari. Sayangnya, potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan karena masih lemahnya pengawasan dan tata kelola wilayah laut di Indonesia.
Salah satu masalah paling nyata yang sedang kita hadapi di kawasan perbatasan maritim Indonesia adalah praktik illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU fishing). Banyak kapal asing masuk ke perairan Indonesia secara ilegal untuk menangkap ikan dalam jumlah yang sangat besar, merugikan negara hingga triliunan rupiah per tahun. Menurut laporan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), kerugian ekonomi di Indonesia akibat IUU fishing diperkirakan mencapai Rp. 101 triliun pertahun (KKP,2021).
Wilayah laut seperti Natuna Utara, yang langsung berbatasan dengan Laut China Selatan, menjadi salah satu titik wilayah paling rawan. Tidak jarang kapal asing, teerutama di negara negara tetangga memasuki wilayang ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia dan melakukan penangkapan ikan secara ilegal. Walaupun TNI AL dan Bakamla (Badan Keamanan Laut) sudah melakukan patroli secara rutin, jumlah personel dan armada masih sangat terbatas dibanding luas wilayah yang harus dijaga.
Selain ancaman eksternal, kondisi internal laut juga turut mempersulit pengelolaan laut di wilayah Indonesia. Salah satu persoalan klasik adalah adanya tumpang tindih kewenangan antar lembaga di Indonesia. Hingga kini, pengawasan laut masih melibatkan berbagai instansi negara seperti KKP, TNI AL, Bakamla, Polair, dan Bea Cukai. Koordinasi yang tidak optimal membuat penegakan hukum di laut berjalan lambat, bahkan tak jarang juga terjadi kebingungan di lapangan yang menghambat proses penjagaan di lapangan.
Ironisnya, ditengah potensi konflik dan kerawanan di laut, masih banyak masyarakat pesisir dan nelayan yang belum merasakan perlindungan dari negara secara optimal. Nelayan tradisional seringkali menjadi korban, baik dari penegakan hukum yang tidak berpihak maupun dari persaingan yang tidak sehat melawan kapal kapal besar yang lebih modern dan bermodal yang besar. Dalam berbagai kasus, nelayan lokal sangat takut untuk melaut terlalu jauh karena khawatir tersesat, ditangkap otoritas oleh negara tetangga, atau menghadapi cuaca ekstrem tanpa dukungan fasilitas keselamatan.
Program seperti Tol Laut yang dicanangkan pemerintah memang patut diapresiasi karena sangat membantu memperlancar distribusi barang dan logistik antar pulau. Namun, jika kita berbicara soal pengawasan dan penjagaan wilayah laut, upaya tersebut masih belum sepenuhnya menyentuh inti dari permasalahan, terutama dalam konteks perbatasan dan kedaulatan negara.
Solusi dari permasahan ini harus bersifat menyeluruh dan berkelanjutan. Pertama, perlu adanya penguatan kelembagaan melalui pemusatan komando pengawasan laut. Usulan untuk memperkuat Bakamla sebagai coast guard nasional bisa menjadi solusi untuk menghindari tumpang tindih fungsi antar lembaga. Kedua, modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) di laut harus segera ditingkatkan, mengingat tantangan keamanan laut saat ini semakin kompleks. Ketiga, pemberdayaan masyarakat pesisir perlu menjadi prioritas utama. Masyarakat lokal sejatinya, adalah garda terdepan dalam menjaga laut. Melalui pelatihan, penyediaan teknologi, dan akses ke pembiayaan yang adil, nelayan bisa didorong menjadi pelindung sekaligus pelaku ekonomi maritim yang berkekuatan. Selain itu, edukasi tentang maritim bagi generasi muda sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran bahwa laut bukan hanya sekedar air dan ruang kosong saja, melainkan ruang hidup yang harus dan sangat penting di jaga.
Terakhir, diplomasi maritim juga harus terus menerus diperkuat, terutama dalam menyelesaikan masalah batas laut dengan negara negara tetangga secara damai, adil, namun tegas. Penyelesaian sengketa perbatasan, terutama yang sampai saat ini belum selesai seperti dengan Malaysia dan Filipina, harus menjadi prioritas utama. Dilomasi yang aktif dan berbasis data serta hukum internasional akan memperkuat posisi Indonesia dalam menjaga kedaulatan maritimnya.
Selain aspek keamanan dan ekonomi, penting juga untuk memperhatikan dimensi lingkungan dalam dinamika kelautan di Indonesia. Kerusakan ekosistem laut seperti terumbu karang, padang lamun dan mangrove juga semakin mengkhawatirkan akibat eksploitasi berlebihan, polusi laut, dan perubahan iklim. Padahal, ekosistem ini juga berperan penting yang berguna sebagai penyangga kehidupan laut daan pelindung wilayah pesisir dari bencana alam. Oleh karena itu, menjaga laut bukan hanya soal kedaulatan, tetapi juga soal keberlangsungan hidup jangka panjang. Perlindungan terhadap lingkungan laut harus dijadikan bagian intgral dari kebijakan maritim nasional, agar generasi mendatang tetap bisa menikmati kekayaan laut Indonesia sebagaimana laut yang kita kenal hari ini.
Laut Indonesia memang sangatlah luas, tapi bukan berarti tidak bisa dijaga. Dengan kemauan dan kesadaran politik yang kuat, koordinasi yang solid antar lembaga pemerintahan, serta partisipasi aktif dari masyarakat, Indonesia bisa menjadi negara maritim yang benar benar berdaulat dan sejahtera. Pertanyaannya bukan lagi tentang "siapa yang jaga?", melainkan "kapan kita akan memulai menjaga laut di negeri yang kita cintai ini bersama sama?".
Referensi
- Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). (2021). Laporan Tahunan KKP 2020/2021.
- Badan Keamanan Laut Republik Indonesia. (2022). Profil dan tantangan Pengawasan Laut Nasional.Â
- Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI). (2023). Illegal Fishing in Indonesia's Waters: Urgency of Maritime Law Enforcement Reform.Â
- LIPI. (2020). Tata Kelola Laut dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.