Mohon tunggu...
Mister Pecut
Mister Pecut Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

Suka berbunga-bunga dan overthinking, tapi bisa jadi tulisan panjang. Dulu wartawan, sekarang ganti seragam. Tapi masih suka nanya-nanya dan ngobrol, meski baru kenal. Yuk, sharing dan berbagi pengalaman!

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Mobil China Bikin Galau! Masih Yakin Pilih Mobil Jepang?

6 Agustus 2025   17:51 Diperbarui: 6 Agustus 2025   18:01 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BYD Atto 1 di GIIAS 2025 menjadi magnet pengunjung karena harganya yang bersaing. (Sumber: Donny Apriliananda)

Pameran GIIAS (Gaikindo Indonesia International Auto Show) 2025 baru saja usai. Namun gemanya masih terasa, terutama di benak para calon konsumen yang saat ini tengah berada di persimpangan: haruskah membeli mobil China yang makin menggoda, atau tetap setia pada mobil Jepang yang selama ini dikenal tahan banting dan punya nilai jual kembali tinggi?

Pameran tahun ini menjadi panggung besar bagi merek-merek China seperti Wuling, Chery, BYD, BAIC, GAC Aion, dan banyak lagi. Mereka tampil penuh percaya diri dengan booth luas, teknologi canggih, desain stylish, dan yang tak kalah penting: "harga gila" yang sangat kompetitif. Di sisi lain, merek Jepang seperti Toyota, Honda, Mitsubishi, dan Suzuki tetap jadi magnet, tetapi dengan strategi yang lebih konservatif.

Sebagai calon pembeli (baca: penggemar otomotif), jujur saja, saya dibuat gamang. Di satu sisi, saya ingin mobil yang fitur-fiturnya lengkap dan modern. Ada sunroof, kamera 360, ADAS (Advanced Driver Assistance System), interior elegan, yang semuanya bisa saya dapatkan di mobil China seharga Rp 200-300 jutaan. Di sisi lain, ada kekhawatiran soal keandalan jangka panjang, ketersediaan suku cadang, dan nilai jual kembali. Di sinilah loyalitas pada merek Jepang mulai goyah. Mobil Jepang kini terasa mahal untuk fitur yang minim. Seolah kita dipaksa membayar nama besar.

Tapi apakah ini hanya sekadar selera, atau ada faktor lain yang lebih besar?

Pemerintah dan Dorongan Kendaraan Listrik

Pemerintah Indonesia saat ini tengah gencar mendorong adopsi kendaraan listrik. Melalui Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 dan sejumlah kebijakan turunan, insentif diberikan untuk kendaraan listrik berbasis baterai (BEV). Ini termasuk bebas pajak, subsidi pembelian, dan kemudahan impor untuk komponen atau unit tertentu. Siapa yang paling sigap menangkap peluang ini? Merek China.

Wuling menjadi pionir dengan Air EV yang kini sering kita jumpai sebagai mobil operasional pemerintah atau pribadi. Disusul oleh BYD yang agresif masuk dengan lineup mobil listrik murni, bahkan dengan janji membangun ekosistem lokal. Mobil China membaca arah angin dengan cerdik. Mereka melihat bahwa elektrifikasi adalah kunci masa depan otomotif Indonesia.

Sebaliknya, merek Jepang cenderung berhati-hati. Mereka lebih memilih mengedepankan teknologi hybrid. Toyota dan Honda misalnya, baru akan benar-benar serius dengan BEV dalam beberapa tahun ke depan. Ini menimbulkan kesan bahwa mereka agak "telat panas".

Lalu, Mobil Seperti Apa yang Dibutuhkan Indonesia? Tentu Indonesia bukan cuma Jakarta. Jalanan sempit dan rusak, infrastruktur terbatas, dan kebutuhan mobilitas keluarga masih menjadi kebutuhan utama. Karena itu, mobil yang ringkas, irit, praktis, dan terjangkau tetap jadi pilihan paling realistis.

Mobil listrik bisa menjadi jawaban, tetapi hanya jika harganya masuk akal dan infrastrukturnya tersedia. Saat ini, mobil seperti Wuling Air EV, Binguo, atau BYD Atto1 yang bikin gempar karena harga murahnya, cukup menggoda untuk kebutuhan harian dalam kota. Tapi untuk perjalanan luar kota, konsumen masih cenderung memilih mobil bensin dengan kapasitas mesin dan kabin yang lebih besar.

Akankah Konsumen Indonesia Berani Melangkah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun