Sahabat, pernahkah kita menghadapi suatu ketakutan yang belum dihadapi? Kekhawatiran berlebihan? Ketika yang ditakutkan terjadi menjadi lebih kuat dan menguatkan mindset salah?
Sahabat. Pengalaman penulis terhadap diri sendiri dan sahabat di lingkungan, selama ini ketakutan kita sebagai manusia yang walau manusiawi, sesungguhnya merugikan diri sendiri. Mengapa dikatakan merugi?
Contoh, penulis pernah mengalami ketakutan yang amat sangat ketika lahiran anak kedua, setelah mendengar ada kerabat yang melahirkan Caesar dan mengalami kesulitan. Saat itu dalam pikiran penulis menjadi kalut dan ikut merasakan keadaan yang sama seperti yang dialami kerabat itu.
Saat itu juga secara kebetulan penulis ikut mengalami Caesar, karena bayi sudah sungsang kelilit tali pusar nya sendiri. Alhamdulillah bisa selamat dan melalui proses operasi. Ketakutan yang berangkat dari pikiran yang belum tentu terjadi, dipaksa terjadi. Penulis sendiri yang mengundang.
Lain halnya lagi ketika seorang teman bercerita saat harus menjalankan operasi pengangkatan rahim akibat kista, yang divonis rusak dengan umur masih sangat muda. Selama dua Minggu persiapan mental dan pelaksanaan operasi, sang teman tak pernah berpikir apapun apalagi menyalahkan diri serta keadaan.
Selama dua Minggu itu yang ada di pikiran dan mindsetnya adalah dia baik-baik saja, tidak mengalami masalah apapun. Ibadah dijalani dengan ikhlas dan penuh doa kebaikan atas apa yang terjadi dengannya. Selalu senyum dan memotivasi diri untuk selalu bahagia. Tidak mudah, namun dengan keyakinan hasilnya luar biasa. Â
Ajaib, saat tiba pemeriksaan awal  tindakan,  dokter seakan tidak percaya. Ternyata hasilnya sang rahim masih bisa diselamatkan bahkan mengalami kemajuan pesat luar biasa.
Dari dua kejadian tersebut mengajarkan bahwa ternyata berbaik sangka serta berpikir positif menjadikan kebaikan luar biasa. Dibanding bila kita berpikir dengan pikiran negatif dan ketakutan yang amat sangat. Secara bawah sadar sesungguhnya kita telah mengundang terwujudnya ketakutan yang belum tentu terjadi. Bisa kita ambil kesimpulan bahwa:
1. Allah sesuai prasangka kita manusia
Dalam Al-Qur'an
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah Ta'ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat)." (Muttafaqun 'alaih) [HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675]
Sesuatu yang belum terjadi biasanya adalah bentuk prasangka kita sebagai manusia. Jika prasangka itu diganti dengan keadaan positif dan keinginan yang kehendaki manusia, itu lebih baik dari pada kita berpikiran buruk akan terjadi. Ucapan dan pikiran hendaknya selaras. Ingat, ucapan adalah doa yang seringkali terwujud atas keinginan kita dalam alam bawah sadar.