Old Cinema -- Saat Film Rhoma Irama Kembali Mengisi Layar dan Hati
Setelah berkeliling ke tempat-tempat bersejarah dan penuh makna, kali ini kami sekeluarga mampir ke sesuatu yang lebih ringan tapi tetap berisi, Old Cinema, sebuah tempat yang seperti mesin waktu dalam bentuk ruangan kecil yang berada di belakang rumsah makan pemilik studio.
Begitu masuk, rasanya kayak disambut aroma masa lalu: bau kayu tua, karpet yang sudah puluhan tahun, dan dinding dengan poster film lawas yang warnanya mulai pudar. Tapi justru di situlah seninya, nostalgia yang hidup tanpa perlu dibuat-buat.
Seorang pengelola ramah menyambut kami dan berkata, "mau nonton film jadul, Pak? Hari ini giliran Rhoma Irama." Saya spontan senyum. Istri langsung nyeletuk, "wah pas banget, papa kan dulu juga gaya rambutnya mirip Om Rhoma!"
Anak-anak ketawa, saya pura-pura nggak dengar, padahal ya... ada benarnya dikit waktu muda dulu.
Kami duduk di kursi yang disediakan, hanya kami dan pengelola bercerita tentang masa lalunya sampai mengapa beliau mengelola ini. Lampu diredupkan, suara mesin proyektor berputar, lalu muncullah gambar hitam putih di layar. Filmnya: "Raja Dangdut."
Dan seketika suasana berubah jadi ruang waktu, bukan sekadar tontonan, tapi perjalanan balik ke masa ketika bioskop adalah hiburan paling mewah di kota kecil.
Suara Rhoma Irama menggema, dengan petikan gitar khas dan gaya berdeklamasi yang legendaris. Istri saya ikut nyanyi pelan di sebelah, anak-anak awalnya bingung, tapi lama-lama malah ikut ketawa waktu melihat gaya akting zaman dulu yang "lebay tapi jujur."Â Saya sendiri merasa aneh, kok ya film lama bisa bikin hati adem, padahal efeknya sederhana, gambarnya goyah, tapi rasanya hangat banget.
Di sela-sela film, pengelola datang menawarkan popcorn lawas  yang dikemas di kantong kertas dan rasanya agak manis gurih.
Saya ambil satu, dan entah kenapa rasanya persis kayak nonton di bioskop jaman sekolah dulu. Lucu, karena di tengah dunia digital sekarang, momen seperti ini justru terasa paling nyata.
Film selesai, tapi kami belum langsung pulang. Kami masih duduk sebentar, ngobrol soal masa kecil, tentang koleksi film lawas disini, dan betapa sederhana tapi dalam pesan film zaman dulu. Anak saya bilang, "filmnya kocak tapi ada pesannya, Pah."
Saya jawab, "nah itu, dulu hiburan bukan cuma buat ketawa, tapi buat mikir juga."
Sebelum keluar, saya sempat melihat deretan proyektor tua di sudut ruangan.
Besinya berkarat, tapi masih berdiri gagah.Kami keruang sebelah menikmati hidangan yang sudah disediakan, karena disini utamanya Adalah Resto, dan tambahannya Old Cinema ini.
saya melangkah dan saya pikir, benda ini mungkin sudah memutar ribuan cerita, termasuk satu sore penuh kenangan untuk keluarga kami hari itu.