Mohon tunggu...
Misael
Misael Mohon Tunggu... -

Newbie meski udah bikin dari 2010

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

44 Tahun Majalah Bobo, Krisis Bacaan Anak

14 April 2017   23:05 Diperbarui: 15 April 2017   08:00 9575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dahulu Majalah Bobo memulai sebagai salah satu majalah anak, di tengah langkanya majalah anak pada saat itu. Sejarah mencatat adanya majalah Si Kuncung yang memang menjadi salah satu pionir majalah anak. Tetapi, yang paling tahan banting dan dikenal orang ya majalah Bobo, jadi saya mengangkat majalah Bobo untuk menjadi topik. Ketepatan dan bukan ketepatan, ini ulang tahun majalah Bobo ke-44. Sebagai produk Kompas Gramedia, mereka pasti sangat senang ketika salah satu media mereka tahan banting, setahan banting pioner grup KG yaitu Intisari dan Koran Kompas.

Majalah Bobo berubah seiring dengan waktu dan hidup dengan kenangan dari berbagai generasi. Dari generasi saya sampai generasi bapak-bapak di luar sana. Bobo mengajarkan literasi dan semangat membaca pada anak-anak kecil, dimulai dari cergam yang mungkin targetnya untuk anak umur 5 tahunan. Mereka kan baru mengerti kalau lihat gambar ketimbang membaca, karena membacanya belum lancar amat. Kemudian untuk tingkatan lebih tinggi atau anak SD mau masuk SMP, dibuatlah rubrik pengetahuan, kuis, sampai semacam rubrik "hnmmm, gaya hidup" tapi yang masih sangat bersesuaian dengan dunia anak. 

Padahal target awal Bobo saat didirikan Ibu Tineke Latumenten, sebagai majalah untuk anak TK saja. Seperti majalah Mombi sekarang kurang lebih. Kemudian fokusan Bobo adalah anak SD yang sudah lancar membaca saja, urusan majalah anak-anak diserahkan ke Bocil (Bobo Kecil) yang akhirnya menjadi Mombi. Kemudian lucunya tak berapa lama kemudian dibuat majalah Bobo Junior yang sepertinya mengadaptasi Bobo dari Belanda, karena kalau saudara buka http://www.bobo.nl akan muncul karakter Bobo yang sekarang menjadi Bobo Junior.

Sehingga Bobo yang di Indonesia beda dengan di Belanda, sementara Bobo Junior sama dengan Bobo di Belanda. Lagian, hanya di Indonesia Bobo menjadi bacaan majalah anak SD. Hehehe.

Pada masanya, katanya sih tahun 80an, 90an, dan 2000an awal, Majalah Bobo mencapai puncak kejayaannya. Bacaan Bobo begitu diingat anak pada masa itu. Mereka rela meminjam Bobo, karena harga majalah Bobo yang begitu mahal untuk kebanyakan orang pada masa itu. Sekarang juga masih dibilang mahal sih hehehe. Bobo juga banyak versi loakan sampai sekarang, menyebar dari tangan ke tangan karena pinjam-meminjam. Akan tetapi, ilmunya dan tokoh cerita Bobo tidak lekang oleh waktu. Meski tentu tidak semua anak Indonesia berkesempatan membaca Bobo.

Siapa tidak tahu Bobo, Coreng, Upik, Emak, Cimut, Bapak, Paman Gembul, sekeluarga? Siapa yang tidak tahu Pipiyot versus Oki Nirmala, belum keisengan Oki yang suka maling tongkat Nirmala? Siapa yang tidak tau kelakuan Paman Kikuk selalu buat berantakan rumahnya dan selalu apes - sampai bertanya-tanya kapan Paman Kikuk beroleh hoki? Siapa yang tidak tahu belalai Bona yang begitu panjang yang bisa menolong banyak orang? Siapa yang tidak pernah baca cerpen Bobo setidaknya sekali? Siapa yang pernah bilang tahu suatu fakta karena tertulis di majalah Bobo (sambil menunjukkan bukti di majalah)?

Lebih parah lagi, siapa sering bawa Bobo ke sekolah? Hehehe. Saya salah satu orangnya.

Yah, kenangan tinggal kenangan. Segala kisah manis bersama majalah kelinci ini memang kenangan manis. Bobo juga menghadapi tantangan luar biasa di tengah banyak gonjang-ganjing media Gramedia, banyak yang tutup lapak semacam Kawanku yang sudah hampir seumuran Bobo juga. Padahal Kawanku sangat dikenal di antara remaja wanita sampai generasi sekarang. Nah, majalah Bobo yang menjadi satu-satunya majalah anak dengan nama besar tentu harus dipertahankan.

Nah, tantangan Bobo di masa depan adalah, apakah ia akan terus bertahan? Akankah ada pesaingnya yang memang punya inti sama yaitu mencerdaskan anak bangsa dan menghindarkan anak kecil dari bacaan yang tidak cocok, apalagi tidak senonoh?

Tentu bisa, asal kita mendukungnya. Gencarkan penyebaran majalah Bobo ke mana-mana, bekas ataupun baru. Infokan majalah Bobo terbit melalui media sosial, atau setidaknya bantu Bobo dengan menyebarkan eksistensi majalah ini dari mulut ke mulut. Jangan cuma pas hari ulang tahunnya aja. Bakti sosial membawa Bobo itu sudah cukup baguslah menurut saya.

Jangan sampai aset kita di tengah kelangkaan bacaan anak ini hilang. Saat ini, jujur sangat sulit untuk mencari bacaan dan konten ramah anak, apalagi di media sosial. Memang mudah ditemukan, hanya tak segencar konten untuk remaja dan dewasa. Bobo edisi cetak sangat menyegarkan kita dari kehausan itu, kesegaran jiwa anak juga hehehe. Makanya, menurrut saya, Bobo cetak ini tak tergantikan oleh edisi ebook atau digital sekalipun. Bobo tetaplah Bobo cetak. Tidak bisa digantikan dengan situs digital, apalagi mengingat pembaca Bobo SANGAT BANYAK yang di luar Jawa dan Sumatera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun