Kapan terakhir kamu benar-benar mendengarkan orang lain berbicara? Entah dengan pacar kamu sampai orang yang kadang kamu sepelekan. Pernahkah kamu merasa sedikit damai kala mendengarkan walaupun kadang suara yang kamu dengarkan kurang sedap untuk didengar? 4 hari yang lalu, saat saya mencoba untuk mendalami sebuah pemikiran, pada sebuah situs. Saya membaca beberapa artikel tulisannya. Ada satu bagian pada salah satu tulisannya, menjelaskan bagaimana selama ini kita selalu dicecoki oleh “betapa kerennya kamu bila berani berbicara” dan bagaimana menurut penelitian Harvard University, pada saat kita berbicara tentang diri kita maka kondisi otak kita menjadi seperti saat lapar dan kemudian mendapatkan makanan.
Dalam tulisan ini, saya mengakui banyak mengikuti kata maupun gaya bahasa sang penulis. Kembali kepada bahasan awal, bagaimana mendengarkan membuat kita sejenak menikmati dimensi yang hening. Sayangnya terkadang rasa tenang tersebut perlahan berpindah menjadi suatu berlebihan kepada media yang sekarang banyak tersedia. Twitter yang sekarang sangat dekat dengan hidup kita, pada awalnya dibuat sebagai percakapan dengan diri sendiri yang orang lain bisa ikut masuk ke dalam percakapan itu. Faktor ini bertambah jelas dengan maraknya pelatihan public speaking. Kita dilatih untuk terus menerus mendapatkan kepuasan dengan semakin sering berbicara.
Juga berbagai film bergenre action yang sering kita tonton. Kita selalu menampilkan bahwa yang keren adalah yang berani bersuara. Pelatihan ataupun rentetan seminar yang membahas hal ini(public speaking) seakan seperti pembelajaran table manner bagaimana cara memakan makanan yang ada di meja(yang mewah)dengan elegan namun tidak diajarkan beserta cara meletakkan piring bekas makan kita ke tempat cucian.