Mohon tunggu...
Mira Marsellia
Mira Marsellia Mohon Tunggu... Administrasi - penulis kala senggang dan waktu sedang luang

You could find me at: http://miramarsellia.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Lain

6 Februari 2015   18:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:43 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perempuan lain itu kerap membuatku habis pikir. Kadang marah tak kunjung padam saat aku terlambat membalas pesan (karena meeting dan diskusi seharian) -lagipula bila penting kan dia selalu bisa meneleponku. Kadang bisa satu minggu atau lebih dia hilang tanpa pesan. Tidak ada pesan apalagi telepon, pesanku hanya mendapat notifikasi telah dibaca tanpa balasan. Lalu yang lebih parah kadang dia menghapus accountnya.


Perempuan lain itu tidaklah begitu cantik, dan untuk ini juga aku tidak habis pikir. Dan dia tidak lagi muda. Dia sebaya denganku dengan perbedaan satu tahun saja. Tubuhnya sudah melar tak lagi kencang, dagunya mulai menunjukkan lipatan, dan pinggangnya longgar. Payudaranya yang dulu menantang kini nampak enggan menentang. Walau aku belum kehilangan minat kepada keduanya. Bagian tubuhnya ini adalah favoritku. Matanya masih melirik galak, dan bibirnya masih dengan tarikan tipis kalau dia sedang jengkel, atau maju ke depan kalau sedang kesal. Ini juga yang membuatku kerap terbahak.


Perempuan lainku ini dengan dunianya sendiri, yang kadang beririsan denganku kadang tidak. Dia dengan anak-anak dan suami, pekerjaannya, keluarga, rumahnya dan kehidupannya yang terpisah denganku dan juga kotaku. Perempuan lainku bertemu denganku tak tentu. Kadang semisal komet yang melewat cepat, sehingga bahkan tidak sempat kulihat, kadang hitungan jam saja kucuri waktu di hotel itu saat aku bisa melarikan diri dari rapat. Bisa juga saat ada kesempatan beberapa malam dia ada dalam pelukan.


Perempuan lainku.


Perempuanku. Dalam diriku kucamkan dia milikku, aku menguasai dia sebagai teritoriku, dan dia bersama lelaki lain hanya karena aku menitipkan jasadnya. Dia punyaku, puncak ekstasi dia hanya bisa dilakukan olehku karena hanya aku yang tahu caranya memasuki relungnya yang terdalam dengan metode yang hanya aku yang punya. Walau untuk ini saat kunyatakan (bukan kutanyakan) dia tertawa dan berkata, "Sok tahu, kamu". Atau kali lain dia katakan, "Pede banget lu".


Ya aku memang percaya diri. Karena perempuan lain itu bagian dari diriku. Aku sendiri tidak memiliki untuk jawaban kenapa. Kasihan, cinta, sayang, bukan sesuatu hal yang dapat kumengerti seperti perkalian. Seperti halnya ini perempuan lainku pernah tanyakan, kujawab, "Ini sesuatu yang tak dapat kujelaskan".



Perempuan lainku tidak pernah bertanya tentang istriku. Kehidupanku dengan keluargaku, atau rekan-rekan lain yang pribadi. Aku yang sering bertanya padanya, terutama tentang hal yang satu itu. Karena dalam diriku sebenarnya, menggelegak kebencian itu. Aku benci pesaing. Seperti halnya pejantan alpha, aku tidak rela betinaku dengan pejantan lain.


Perempuan lainku menarikku seperti gravitasi, aku masih saja terus memutarinya. Pasang dan surut bagai gelombang, ada dan tidak ada, pertemuan tanpa pertemuan, namun masih saja tali tak terlihat itu mengikat.


Perempuan lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun