Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen : Lelaki Penyantap Pujian

19 April 2021   03:29 Diperbarui: 19 April 2021   03:43 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen : lelaki Penyantap Pujian

Lelaki itu menghisap rokoknya dalam-dalam. lalu dihembuskannya dalam-dalam hingga asapnya berlari jauh. Ada segurat kekecewaan yang tergambar dari cara dia menikmati rokok itu. Ya, lelaki itu terlihat kesal. Guratan diwajahnya menampakkannya. Sebagai sahabat baiknya, aku mengenal watak lelaki itu.  

Dari belakang seorang perempuan keluar membawa dua gelas. Bergabung bersama kami. Lelaki itu menatap wajah ku. Tatapan mata yang dipenuhi guratan kekesalan, bahkan sebenarnya sebuah kekecewaan yang amat mendalam. 

" Terus terang, Bro. Aku kecewa dengan mu. Sangat kecewa sekali. Engkau sudah ku anggap sebagai saudara kandungku sendiri. Tapi...," lelaki itu tak meneruskan kalimatnya. Kulihat wanita yang duduk disampingnya menggengam tangan lelaki itu.

" Silahkan engkau memaki ku, Bro. Silahkan. Aku terima dengan lapang dada. Aku memang bersalah. Bersalah tak minta izin denganmu dulu. Tapi yang kulakukan hanya untuk menyelamatkan harga dirimu sebagai orang terpandang dikampung ini. Hanya itu niatku. Tak lebih dan tak kurang. Aku menjaga martabatmu sebagai tokoh di kampung ini," jelasku.

Lelaki itu tak menerima jawabanku. Dia kembali memakiku dengan narasi yang sungguh kejam, bahkan nada kalimat yang keluar dari mulutnya sangat bengis. Aku memilih diam dan diam ocehan liarnya. Kuping ku skenariokan untuk kebal semenjak aku baru melangkah dari rumah.

" Abang tidak usah banyak bicara. Diam saja. Tak usah melawan ocehannya. yang penting tindakan abang sudah benar," ujar istriku.

" Benar sekali perkataan istrimu itu. Kamu sudah dijalan yang benar. Dasar dia saja yang pelit dan mau menang sendiri. Tak mau bersosialisasi diri dengan warga. menggagap dirinya sok henat," ujar Kades yang juga datang ke rumah memberikan support untuk ku. 

" Hanya kamu lah yang bisa melunakan hati Matketol. Sebagai sahabat dari kecil, sekaligus orang yang diseganinya di kampung Kita ini. kami mempercayaimu untuk mengatasinya sebagaimana hasil rapat kita di kantor Desa beberapa hari lalu," sambung Pak Kades lagi. Aku cuma terdiam.

Siang itu, disaat matahari berada di atas kepala, aku dipanggil Pak Kades ke Kantornya. Disana sudah terlihat beberapa warga dan tokoh masyarakat. hari itu mereka, para warga kampung sedang membicarakan soal perluasan lahan masjid. Mereka memanggilku karena tanah yang berada di samping masjid itu milik sahabatku, Matketol. 

"Kami memanggilmu ke sini untuk berembug dan mencari jalan keluar atas tanah di samping masjid yang sudah kegusur untuk perluasan masjid kita. Maklumlah jemaah masjid kini makin membeludak, Apalagi puasa sudah diambang pintu," terang Pak Penghulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun