Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penghargaan Tanpa Makna

12 Maret 2021   11:39 Diperbarui: 12 Maret 2021   11:48 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: hijabfest

Cerpen : Penghargaan Tanpa Makna

Sang mentari terbangun dari buaian mimpi. Cahaya paginya amat panas. Langit merah. Semerah wajah penarik becak yang mulai mengayuh pedal becak mencari sesuap nasi untuk kehidupan keluarganya. Semerah wajah para koruptor  yang membaca koran pagi yang memuat wajah santun mareka di halaman satu. Semerah delima wajah cantik para presenter  yang tampil diacara infotainment pagi.

Ditor pun masih terbuai dalam mimpi dan impian indahnya. Kehangatan dan keramahan pemilik penginapan tempatnya menginap membuatnya merasa nyaman dan menikmati mimpi yang selalu menemani malam-malam panjangnya. Usaha istrinya membangunkannya belum juga berhasil. Goyangan yang dilakukan istrinya terhadap tubuhnya belum mampu menghentikan mimpi Ditor. Padahal 2 jam lagi mareka harus datang ke pendopo Provinsi untuk menerima piagam penghargaan dari Gubernur dalam rangka hari jadi daerah itu.

Ditor terbangun. Matanya langsung melihat jam yang ada didinding kamar tempatnya menginap. Dengan langkah gontai Ditor menuju kamar mandi. Satu jam sudah Ditor berada dalam kamar mandi itu. Entah apa yang dilakukannya. Beberapa kali panggilan dari istrinya tak mampu membuatnya untuk segera bergegas meninggalkan kamar mandi itu. Padahal 45 menit lagi acara akan dimulai.

Upacara pemberian piagam penghargaan dari Pemerintah Provinsi berlangsung sangat meriah dan dihadiri dua menteri. Hadir pula para pemimpin redaksi koran lokal. Para Bupati pun hadir lengkap. Padahal dalam acara-acara rapat sangat susah bagi Pak Gubernur untuk mengumpulkan para Bupati untuk hadir secara lengkap. Demikian pula para camat dan Kades seprovinsi memenuhi kursi-kursi undangan.Kemeriahan acara bertambah lengkap dengan hadirnya trio Kepijit yang mampu menggigit suasana menjadi riuh reda sarat kegembiraan. Lagu-lagu dan goyangan ala trio Hemilang Karang mampu menenggelamkan keresahaan yang ada pada hari itu. Semuanya larut dalam kegembiraan dan kebahagiaan.

Usai acara, para Bupati dan para Camat serta Kades berebutan untuk berfoto bersama dirinya. Hari itu adalah hari yang menjadi miliknya. Dirinya menjadi bintang panggung. Bintang segala bintang. Layak para sekebritis yang dielu-elukan fansnya saat turun panggung. Seperti para prajurit perang yang baru saja memenangkan pertempuran dimedan laga.
" Luarbiasa apresiasi yang diberikan pemerintah provinsi kepada kita,Bu. Aku sangat bangga dan bangga. Sangat terharu. Ini adalah penghargaan yang tak ternilai selama karierku dalam dunia jurnalistik. Sebagai jurnalis," ungkap Ditor kepada istrinya dalam mobil yang membawa mareka dalam perjalanan pulang menuju bandara.
" Iya, Pak,: jawab istrinya singkat.

Baru dua langkah Ditor menginjakkan kakinya di parkiran bandara, suara ponsel merk terbarunya berbunyi. Ada panggilan masuk. Dilayar ponsel tertera nama Mito, seorang wartawan lokal.
" Selamat ya Bung. Anda memang layak mendapatkan penghargaan dari pemerintah daerah kami. Sangat layak. Tulisan bung telah membuka mata hati pemerintah pusat bahwa banyak daerah yang dimekarkan terbiarkan tanpa pembinaan dari pemerintah pusat. Seperti anak ayam yang dilepaskan dari kandangnya tanpa ibu dan bapaknya. Dan kami sebagai rakyat mulai merasakan aura tulisan Bung itu. Tulisan itu sangat membantu perkembangan daerah kami ke depan. Ternyata sebuah tulisan sangat dasyhat untuk merubah sebuah kebijakan. Dan Bung telah membuktikan fenomena itu. Sekali lagi selamat ya Bung. Teruslah berkarya untuk kepentingan rakyat banyak ," ungkap Mito dengan nada gembira.
" Terimakasih, Bung," jawab Ditor datar tanpa ekspresi.
                                                   
Persahabatan Ditor dan Mito terjalin saat Ditor ditugaskan kantornya sebuah harian nasional terkemuka untuk melakukan liputan tentang kondisi alam yang tergerus dan rusak akibat penambangan yang tak terkendali. Selama beberapa hari di daerah, Ditor dan Mito menjadi amat akrab layaknya dua sahabat lama yang sudah puluhan tahun tak bertemu. Apalagi profesi keduanya pun sama yakni jurnalis. Hanya bedanya Mito jurnalis koran lokal. Mito seakan menjadi guide bagi Ditor dalam melaksanakan tugas yang diembannya. Tak terhitung ide-ide dan gagasan Mito yang bisa dijadikan bahan tulisan bagi Ditor dalam merampungkan tugas liputannya. Dan tak terhitung pula jasa-jasa yang diberikan Mito terhadap Ditor dalam upaya membantu kelancaran tugasnya. Salah satunya dengan menjadikan motor kendaraan milik Mito sebagai transportasi bagi Ditor dalam menjalankan tugas kantornya.

Dalam kunjungan ke rumah Mito, Ditor amat tertarik dengan sebuah tulisan Mito yang dimuat dikorannya. Tulisan dengan judul " Provinsi pemekaran, Usai mekar, Terbiarkan " yang dimuat dihalaman dalam amat menggoda Ditor. Tulisan bergaya feature yang ditulis dengan diksi yang apik dan bangunan paragraf yang runtut dengan kebernasan isi tulisan yang memikat dengan muatan sarat fakta dengan dibaluti foto-foto pendukung yang segaris dengan isi tulisan, membuat Ditor terkesan dan tertarik menikmati tulisan. Setiap ada kesempatan datang ke rumah Mito, tulisan itu selalu dilahapnya.

Tulisan itu amat menggugah dan memperkaya wawasan cakrawala Ditor dalam memandang daerah pemekaran yang diproduk tanpa pembinaan dari pemerintah Pusat dan DPR. Padahal sumber daya alam yang dikandung daerah ini amat banyak dan menjadi penyumbang pajak bagi negeri ini. Namun realitanya infrastruktur  pembangunan berupa jalan dan bidang pendidikan serta kesehatan amat memprihatinkan. jalanan masih berdebu. Bangunan SD, SMP dan SMA masih jauh dari indikator pemabngunan yang sempurna.

Tulisan itu memuat fakta yang amat memilukan dan memprihatinkan dalam birokrasi provinsi dimana penempatan para birokrat sebagai Kepala Dinas/Kepala badan/Kepala Kantor tidak berdasarkan kompetensi, profesionalisme dan kemampuan. Pengangkatan Kepala Dinas dan esselon hanya berdasarkan kepangkatan. Seorang birokrat yang lulusan SI bidang sejarah dan pernah menjadi Kepala Sekolah dipercaya sebagai Kepala Dinas keuangan. Sementara seorang birokrat yang selama hidupnya mengabdi sebagai pegawai Puskesmas diamanahkan jabatan sebagai Kepala Dinas Perhubungan. Tak ayal banyak dan hampir semua para pejabat esselon II tidak bisa bekerja. Pelayanan publik pun terganggu dan kehadiran daerah otonomi baru tidak memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat. Akibat ketidakmampuan para Kepala Dinas dalam mengendalikan manejemen Dinas dan instansi yang diembannya banyak pula yang harus berurusan dengan pihak hukum.
" Kalau taunya begini lebih baik daerah ini tak dimekarkan. Tak memberi manfaat apa-apa bukan kami sebagai masyarakat. ," ujar Roy tokoh muda daerah ini yang ikur mempelopori penggemaan daerah ini sebagai daerah otonomi baru. " Bahkan lanjutnya otonomi daerah ini hanya melahirkan birokrat-birokrat yang haban alias terkejut dengan jabatan.  Mareka para pejabat daerah ini lebih sibuk ke sana kemari dengan mocil dinasnya tanpa melahirkan prestasi apapun buat masyarakat dari jabatan yang diembannya. Mareka hanya bangga dengan jabatan tanpa mampu menggengsikan dan memartabatkan jabatan.," tambah Roy lagi sebagaimana yang dimuat dalam tulisan Mito yang bergaya feature.

Isi tulisan itu dengan gamblang dan lugas memuat wawancara dengan berbagai narasumber yang kompeten dan beraneka ragam profesi. Ada suara dari masyarakat,  pegiat LSM, Kades, Camat, Bupati. Gubernur dan anggota DPR RI. Dan Ditor mulai menguak fakta bahwa untuk mendapatkan dana pusat Gubernurnya harus mendatangi para politisi dengan segepok sangu  dan titipan perusahaan dari atas yang mengesahkan anggaran.
" Kalau Bung tertarik dengan tulisan itu, silahkan dimuat dikoran Bung," ujar Mito saat melihat Ditor asyik masyuk membaca kliping tulisannya.
" Tulisan ini amat menarik dan pasti menggegerkan jagad negeri ini. Tulisan yang sangat luarbiasa. Tulisan ini layak dapat penghargaan Adinegoro Bung bahkan hadiah pulitzer. Sarat sisi kemanusiannya," jawab Ditor.
" Ternyata Bung memiliki selera humor yang tinggi. Tulisan kacangan kayak ini dibilang bagus. Ada-ada saja Bung ini. Memuji tanpa fakta. Kayak petinggi negeri saja yang selalu mengabarkan keberhasilan kepemimpinannya tanpa dirasakan masyarakat," jawab Mito sambil ngakak.
" Aku serius Bung. Serius," kata Ditor.                                                                                            

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun