Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ada Sisa Rinai Semalam yang Masih Membekas

11 Februari 2021   07:54 Diperbarui: 11 Februari 2021   08:11 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
zilmitas.blogspot.com

Cerpen :  Ada Sisa Rinai Semalam yang Masih Membekas

Gerimis telah usai. Rinainya masih tersisa di bumi. Tetesannya menyirami pepohonan yang sudah kuyuh. Tetesannya membasahi dedaunan yang masih lesu. Sementara kokok ayam berbunyi kencang. Hingar bingarkan alam semesta.

Dari balik jendela kamar, aku menatap alam. Di lapangan seberang jalan, anak-anak pewaris masa depan bangsa berlarian dengan riang gembira. bermain bola dilapangan yang masih basah. Riang gembira. Kecerian terpancar dari raut wajah mereka. Pekikan tawa menggema hingga menembus langit.

Awan masih mematung. Langit belum membiru. Padi di sawah pun masih terdiam. Tak ada desiran angin yang menerjangnya. Cahaya mentari belum menampakan diri. Bumi belum terang.

Aku masih mematung di balik jendela kamar. Menatap sekitar. Anak-anak pewaris masa depan masih terus berlarian. Mengejar bola. Kegembiran mereka rasakan. Kebahagian mereka nikmati. Aku iri kepada mereka. Sangat iri. Ingin seperti mereka. Menikmati kebahagian. Merengkuh kegembiraan.

Aku masih tetap mematung di balik jendela dengan jiwa yang terpenjara berbalut luka hati yang teramat dalam. Narasi orang-orang sekitar membuat ku terpenjara. Tak bisa menikmati udara pagi yang bersih. Ada malu yang tersimpan dalam nurani.

" Tidak usah terlalu dibawa perasaan. Toh setiap orang berhak untuk berpendapat. Dijamin undang-undang lho," ujar seorang temanku.

Tapi hati ku tak mampu melawan itu. Tak mampu. Nurani ku malu saat ada orang yang berkumpul dan mulut mereka bergerak. Nurani ku seolah mengatakan kepada jiwa ku tentang bisik-bisik itu.

" Mereka menceritakan aibmu, sobat," desah suara nurani ku.

Aku terdiam. Jiwa ku terdegradsi ke dalam jurang. Tak mampu menatap semesta di keramaian. Aku ingin menyepi dan menyepi dalam kesendirian. Ada kenikmatan yang kurasakan saat aku menyepi. dalam kesendirian aku bahagia.

" Sampai kapan engkau mengurung diri? Sampai ajalmu tiba," sergah seorang sahabat ku yang nada suara kesal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun