Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Ini, Ada Lagi Berita tentang Kematian (3)

24 Januari 2021   09:43 Diperbarui: 29 Januari 2021   15:09 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam makin menua. Setua lelaki yang tengah menantang maut. Aba-aba telah diberikan. Dan dalam hitungan detik terdengar suara.

Dor.Dor.Dor Duabelas kali letupan dilontarkan para penembak jitu pada saat jam di dinding menunjukan angka 00.01. Dan lelaki tua itu pun langsung terkulai. Para petugas kesehatan segera mendekat. Memeriksa denyut jantungnya. Rohaniawan pun mendekat. Senandungkan ayat-ayat suci yang sakral. Jagad berduka.

Semesta menghitam. Cakrawala senyap. Angin pun enggan berdesis. Hanya sinar rembulan yang menjadi saksi bisu malam jahanam itu.
Innalillahi Wainnalillahi Rojiun yang dilafazkan rohaniawan menyusup di kalbu paling hakiki. Lafaznya menggetarkan alam semesta. Mensayukan sinar rembulan. Bintang pun enggan bersinar. Alam sempat terdiam sejenak.

Suara sirene ambulan menembus jalanan malam yang makin sepi ditinggalkan penghuninya yang mulai bermimpi. Bermimpi tentang kehidupan. Bermimpi tentang kekuasaan. Dan bermimpi tentang dunia dengan segala centang perentangnya yang masih ingin mareka taklukkan dengan sejuta akal bulusnya.

Lelaki tua yang membisiu dalam keheningan di peti mati itu tak akan pernah menyangka, ajalnya akan dicabut malam ini oleh para penembak jitu. Impiannya tentang kekuasaan baru saja akan dimulai. Dan mimpinya tentang martabat diri mulai dikibarkannya lewat perantara media.

"Saya akan ajukan banding. Mareka telah menzolimi saya dan keluarga saya dengan hukuman mati ini. Saya akan melawan karena saya merasa tak bersalah. Saya akan melawan. Ratusan pengacara akan saya siapkan untuk melawan ketidakadilan ini," teriaknya didepan para awak media yang mewawancarainya sebelum hukuman mati ini dilaksanakan.

Kegagahan narasinya didepan media tak membuat para aparat penegak hukum bergeming. Hukuman mati adalah hukuman yang pantas dihadiahkan kepada penggiat aksi purba korupsi yang telah memiskin rakyat dan meruntuhkan negara dan bangsa ini. Apalagi korupsi telah dinyatakan sebagai musuh besar bangsa ini. Dan narasinya hanya tinggal sebagai sebuah narasi saja. resonansi hanya gagah sebentar saja. Lantas lenyap ditelan gelombang besar perlawanan dari rakyat yang sudah bosan ditipu para penggarong uang rakyat.

Dan lelaki tua yang pernah berkuasa itu tak pernah menyangka, pemberitaan media yang  begitu gencar membuatnya harus dicabut ajalnya malam ini. Padahal dirinya telah membantahnya lewat para pengacara top yang disewanya untuk membebaskannya dari tudingan sebagai koruptor. Namun tak mempan. Tak ada hasilnya.

Pemberitaan media yang sungguh gencar telah membuat keluarga dan sanak saudaranya tak pernah menjenguknya saat di hotel prodeo. Predikat koruptor yang dilekatkan media membuat  kehidupannya mati di saat dirinya masih segar bugar.

" Memalukan," ujar kakaknya sambil membanting koran yang memuat wajahnya.

" Merendahkan martabat keluarga besar kita," sambung adik perempuannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun