Rimba, nama anak kecil laki-laki yang lucu itu menjauh kegirangan ketika jilatan kecil ombak berusaha mencapai lututnya. Berteriak-teriak memanggil mamanya.
"Mama, Mama, pantai ternyata menyenangkan. Mama selama ini bohong mengatakan pantai itu menakutkan dan berwajah muram," mulutnya yang mungil memprotes mamanya.
Perempuan itu memalingkan muka. Pesisir di hadapannya ini mengingatkannya pada irisan-irisan kecil yang menyakitinya secara besar. Sebuah kenangan yang selalu saja menggenang di pelupuk mata bila hinggap di hatinya.
Sudah begitu lama dia menghindari pantai dan pesisir. Jika saja Rimba yang sudah berusia 6 tahun tidak memaksanya untuk pergi ke pantai. Katanya neneknya bercerita bahwa ayahnya adalah seorang pelaut yang berhasil menemukan kembali lautnya.
Perempuan itu terpaksa melanggar janjinya untuk tak membawa Rimba mendekati laut dan pantai. Dan dia meminta hanya sekali ini saja Rimba pergi ke pantai.
Rimba ngotot bahwa hadiah ulang tahunnya kali ini adalah pergi ke laut. Rimba ingin tahu laut yang telah ditemukan ayahnya. Penasaran sekali dengan cerita neneknya.
Rima, mamanya, tidak bisa menolak keinginan anak lelaki yang sangat disayanginya itu.
Demi Rimba, aku akan menghadapi horison itu sekali lagi. Bisik Rima dalam hati.
----
"Kau tahu Lava?" Rindang selalu memanggil Rima dengan sebutan Lava. Plesetan dari Love katanya. Â
"Kenapa horison langit itu begitu muram sekarang? Padahal musim badai masih lama?" Rindang melanjutkan. Rima menggeleng. Berupaya keras menyingkirkan helai-helai rambut yang menjatuhi muka. Mengganggu saja. Dia sedang menikmati wajah Rindang yang sedang berusaha mencari kata-kata selanjutnya.