Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perempuan Itu Marah terhadap Amarahnya

14 Maret 2018   12:45 Diperbarui: 14 Maret 2018   13:15 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Rasa bersalah di hatinya terkikis habis oleh gerimis.  Perempuan itu memang meminta hujan untuk datang.  Dia serasa seperti daun angsoka yang melayang kekeringan.  Jatuh di tanah yang terbelah oleh amarah.

Dia hanya ingin satu hal saja.  Menyulam kembali pagi yang telah dia robek-robek selama berhari-hari.  Dia mendustai pagi selama ini.  Berkata cinta tapi lalu mencibirkan muka kepada matahari.

Perempuan itu membanting jendela yang selalu membuka matanya pada penglihatan akan bunga-bunga.  Amarahnya datang lagi.  Dia telah menyembunyikan kesunyian sekian lama.  Kenapa pula mendadak harus datang kembali.  Di saat amarahnya telah mendekati mati.

Perempuan itu benar-benar marah terhadap amarahnya.  Dia sangat ingin bersedih.  Sedih akan merubah amarahnya menjadi pedih.  Tidak apa-apa.  Dia sudah terbiasa.  Pedih adalah sahabat karibnya.

Perempuan itu memanjangkan do'a.  Menyajikannya dalam nampan.  Berharap zaman bersedia meluangkan waktunya.  Dia tahu amarahnya tersisa tak lagi seberapa.

Bogor, 14 Maret 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun