Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Segelas Kopi di Pagi yang Gamang

18 Februari 2018   11:51 Diperbarui: 18 Februari 2018   12:05 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Adukan kopi dan gula belum juga sempurna tersetubuhi.  Tapi dentingan sendok pada gelas yang selalu rela dianiaya, telah berhenti.  Tersaji, segelas kopi tanpa rasa untuk pertama kali.

Pagi beranak pinakkan entah.  Walau matahari beranjak sepenggalah.  Namun gigil enggan pergi.  Sebab bumi masih meringkukkan hati.

Sudah hukumnya.  Segelas kopi yang sempurna mampu redakan badai di kepala.  Tapi namanya juga gamang.  Semua yang di depan mata terasa jalang.

Jadi segelas kopi ini untuk apa.  Biarkan saja dimangsa lalat penyuka.  Atau tumpahkan saja di selokan yang tak ada airnya.

Tak bisa dipercaya.  Segelas kopi sia-sia menjadi penuh sisa.  Di pagi yang segamang hilangnya siamang.  Di hati yang berenang dalam tuba pohon Sialang.

Jakarta, 18 Februari 2018

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun