Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Samakan Warna Langit Kita

13 Februari 2018   21:13 Diperbarui: 13 Februari 2018   21:19 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sekilas saja aku melihatmu.  Sedang duduk di ujung pantai berbatu.  Aku rasa kau sedang belajar berhitung.  Seberapa banyak ombak itu setiap menit bergulung. 

Entah mengapa aku menduga kau sedang menceritakan sesuatu kepada langit yang kebetulan berwarna jingga.  Aku rasa itu sebuah cerita tentang hatimu yang memerlukan suaka.  Kau dianggap pemberontak oleh rezim cinta yang berkuasa.

Aku sebenarnya bisa membantumu.  Langitku di sini berwarna biru.  Cukup katakan aku membutuhkanmu.  Sekejap kemudian aku bisa merubah warna hatimu serupa dengan langitku.

Orang-orang bilang biru itu warna sendu.  Mereka lupa seperti apa warna lautan jika sedang tak berbadai.  Mereka tak ingat bagaimana bisa mereka melihat bintang jika langit sedang lalai.

Jika kau bersikukuh bahwa hijau adalah kesukaanmu nomor satu.  Aku tidak akan membantahmu.  Hijau adalah warna bumi yang sesungguhnya.  Ketika belantara belum menemui banyak malapetaka.

Begini saja.  Tuliskan janjimu di sehelai daun nangka.  Hijaunya adalah hijau paling tua.  Warna yang sanggup bertahan terhadap segala kesedihan cuaca.  Artinya janjimu tak akan lagi dibatasi oleh senja.

Jakarta, 13 Februari 2018  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun