Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Peringatan Bukit Santuai

24 Januari 2018   13:53 Diperbarui: 24 Januari 2018   14:03 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Belum tuntas aku mengagumi lebar sayap Bucheros mengangkangi tempatku berdiri.  Sudah pula datang dari kejauhan raungan Helarctos menemukan sarang Apis dorsata. 

Belum juga aku selesai mengarang sajak dari awan yang berarak.  Tiba-tiba bukit Santuai mengingatkan aku untuk menghentikan khayalan yang membuai.

Tuliskan tentang bukit yang terpisah dengan gunungnya.  Setelah ngarainya dipotong seperti kue lapis yang dibagi-bagi tanpa permisi.  Begitu teriakannya menggema melalui sedikit Shorea dan Dipterocarpa yang masih tegak berdiri.

Katakan tentang cinta yang terbelah oleh kampak dan gergaji baja.  Sampaikan bagaimana mata air berhenti berairmata karena akar-akarnya terbuka menganga.  Ceritakan juga seperti apa nasib para primata yang termenung di hadapan bangkai kayu Ara.

Barulah kau boleh mengagumi apa saja.  Begitu akhir peringatan dari Bukit Santuai sambil menjatuhkan diri dalam pekatnya senja.

Sampit, 24 Januari 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun