Belum tuntas aku mengagumi lebar sayap Bucheros mengangkangi tempatku berdiri. Â Sudah pula datang dari kejauhan raungan Helarctos menemukan sarang Apis dorsata.Â
Belum juga aku selesai mengarang sajak dari awan yang berarak. Â Tiba-tiba bukit Santuai mengingatkan aku untuk menghentikan khayalan yang membuai.
Tuliskan tentang bukit yang terpisah dengan gunungnya. Â Setelah ngarainya dipotong seperti kue lapis yang dibagi-bagi tanpa permisi. Â Begitu teriakannya menggema melalui sedikit Shorea dan Dipterocarpa yang masih tegak berdiri.
Katakan tentang cinta yang terbelah oleh kampak dan gergaji baja. Â Sampaikan bagaimana mata air berhenti berairmata karena akar-akarnya terbuka menganga. Â Ceritakan juga seperti apa nasib para primata yang termenung di hadapan bangkai kayu Ara.
Barulah kau boleh mengagumi apa saja. Â Begitu akhir peringatan dari Bukit Santuai sambil menjatuhkan diri dalam pekatnya senja.
Sampit, 24 Januari 2018