Mohon tunggu...
Milisi Nasional
Milisi Nasional Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Tulis

Baca, Tulis, Hitung

Selanjutnya

Tutup

Politik

Maksa Rekonsiliasi Itu Bukti Jokowi Baper

13 Juli 2019   18:51 Diperbarui: 13 Juli 2019   18:58 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: BBC.com

Baper!!! Mungkin itu satu kata yang bisa merangkum kondisi politik kita hari ini. Presiden terpilih Jokowi-Maruf masih terus merajuk memaksa melakukan rekonsiliasi dengan lawannya pada Pilpres 2019 Prabowo-Sandi.

Jokowi secara terbuka menyatakan keinginan dirinya untuk melakukan rekonsiliasi demi kebaikan bangsa. Dan rekonsiliasi itu menurutnya bisa dilakukan dimana saja. "Ya (rekonsiliasi) di manapun bisa, bisa dengan naik kuda, bisa. Bisa di Jogja bisa, bisa naik MRT bisa, yang paling penting kita bersama-sama bekerja sama untuk memajukan negara ini membangun negara ini" ujar Jokowi.

Apa yang membuat Jokowi begitu posesif untuk mengadakan pertemuan dan rekonsiliasi dengan Prabowo Subianto? Adakah sesuatu beban Pilpres 2019 yang belum tuntas? Hanya Jokowi yang mampu menjawabnya. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai tidak perlu rekonsiliasi usai pemilu 2019. Menurutnya pemakaian istilah rekonsiliasi adalah sebuah kesalahan, dan di era demokrasi yang penuh kompetisi dan persaingan, rekonsiliasi tidaklah diperlukan. "Menurut saya rekonsiliasi itu istilah yang salah. Rekonsiliasi tidak diperlukan di era demokrasi yang penuh persaingan dan kompetisi" ujar Fadli Zon.

Narasi rekonsiliasi yang terus dikumandangkan oleh kubu Jokowi-Marus justru berpotensi semakin menyulut polarisasi yang terjadi di masyarakat, menegaskan seolah kesatuan bangsa ini terbelah sehingga harus direkatkan melalui rekonsiliasi. "Jangan menganggap seolah-olah di masyarakat ada perpecahan yang tajam. Biarlah proses pemilihan presiden menjadi pembelajaraan kedewasaan bangsa ini dalam berdemokrasi," ucap Fadli menanggapi wacana rekonsiliasi yang terus dituntut oleh kubu Jokowi-Maruf.

Jika kita lihat kondisi polarisasi hanya terjadi pada tingkat elit partai, terutama elit partai Jokowi-Maruf, sehingga rekonsiliasi terus menurus diucapkan sebagai jalan politik untuk mengurangi beban moral yang ditanggung selama Pilpres 2019 yang lalu. 

Kendati telah diputuskan menang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan dikuatkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi, sepertinya kemenangan itu belum dapat dinikmati secara utuh, dan beban politik masih mengganjal belum tertuntaskan. Mungkin bagi kubu Jokowi-Maruf rekonsiliasi bisa jadi jalan untuk melepaskan mereka dari beban itu, seolah seperti perasaan bersalah, dan perlu meminta maaf.

Tapi sayangnya format rekonsiliasi yang terus menerus diperbincangkan oleh Kubu Jokowi-Maruf terlalu bernuansa politis, desas-desus bagi kursi jabatan Menteri santer terdengar. Jelas rekonsiliasi yang seperti itu tidaklah sehat bagi demokrasi Indonesia. Bila itu terjadi, jelas rekonsiliasi hanyalah bungkusan untuk menyembunyikan transaksi politik pada tingkat elit.

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan hendaknya rekonsiliasi jangan hanya dijadikan lip service semata, juga menjadi dagangan politik. Rekonsiliasi mestilah menjadi sebuah islah. 

Rekonsiliasi harus mencapai jalan islah dengan menghilangkan kesan-kesan yang selama ini dinilai menjadi konflik atau pemecah dua kubu saat gelaran Pemilu dan Pilpres 2019 berlangsung. "Ya kan begini, islah yang sekarang harus dilakukan itu harus meniadakan dendam, harus meniadakan bahwa saya pemenang dan kamu yang kalah, saya penguasa kamu yang dikuasai, saya yang benar kamu yang salah," ujar Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Kubu Jokowi-Maruf seharusnya paham dalam memaknai rekonsiliasi, jangan sampai public keliru dalam memaknai kata tersebut. Juga menimbulkan persepsi bahwa hubungan anta relit (Jokowi-Prabowo) sedang tidak baik, sehingga dibutuhkan sebuah pertemuan khusus untuk mendamaikan kembali hubungan tersebut.

Seharusnya kita semua baik bisa melangkah ke depan, lekas move on dari persoalan Pilpres 2019. Jangan terus-menerus diliputi nuasa perasaan baper, sehingga butuh obat bernama rekonsiliasi agar bisa bertemu, dan kembali merajut hubungan harmonis kembali. Politik jangan baper, kecuali jika memang punya salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun