Mohon tunggu...
M. Ikbar Nariswara
M. Ikbar Nariswara Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Jurnalis Amatiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Gampang Tergiur oleh Kampus yang Terakreditasi A

12 Maret 2024   19:40 Diperbarui: 12 Maret 2024   19:46 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi ialah keinginan kebanyakan setiap orang, apalagi menyandang gelar sebagai seorang mahasiswa. Jika kita melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sampai akhir 2021 ada sekitar 7,6 juta mahasiswa di Indonesia. Terdiri dari sekitar 3,2 juta mahasiswa di kampus negeri, serta 4,4 juta mahasiswa di kampus swasta. 

Selayaknya seorang yang baru lulus SMA, dan ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan perguruan tinggi pastinya akan mencari kampus sesuai keinginan mereka sendiri-sendiri. Tentunya dengan berbagai alasan di belakangnya, ada yang memilih karena tidak bisa jauh dari rumah, maka dari itu memilih kampus yang dekat dari rumah, ada yang justru memilih jauh dari rumah karena ingin merasakan hidup di perantauan. Ada yang karena faktor ekonomi, pada akhirnya memilih kampus sesuai dengan budget yang dimiliki. 

Namun saya sendiri sering kali mendengar seseorang kuliah di kampus tertentu baik swasta ataupun negeri karena kampus tersebut menyandang status akreditasi A, atau bisa dikatakan unggul. Menurut saya pribadi, akreditasi kampus tidak benar-benar bisa merepresentasikan bahwa kampus tersebut memang unggul, mungkin bisa unggul di atas kertas, namun bisa jadi realitanya justru berbanding terbalik. 

Mengapa demikian, sebab saya sendiri ialah mahasiswa yang memilih kampus hanya dengan melihat akreditasi yang di sandang kampus tersebut, selain memang tidak terlalu jauh dari rumah. Cukup membutuhkan waktu 2 jam jarak antara rumah saya dan kampus saya, jadi setiap weekend saya bisa pulang ke rumah. Memang kampus yang saya tempuh untuk berproses menyandang status sebagai kampus dengan akreditasi A, paling unggul lah diantara kampus yang lain. 

Namun pada realitanya selama saya menjadi mahasiswa di kampus yang saya pilih, hampir selama 4 tahun, saya tidak bisa merasakan terkait gelar yang disandang oleh kampus saya, terutama di fakultas saya sendiri. Disclaimer, saya ialah mahasiswa yang aktif di organisasi internal maupun eksternal kampus selama 3 tahun berturut-turut. Jadi jika ada yang menyalahkan saya, karena saya tidak mau mencari itu sudah terpatahkan oleh argumen diatas. 

Mungkin bisa jadi karena awalnya saya yang berekspektasi terlalu tinggi ataupun saya yang tidak mencari tau lebih jauh lagi terkait kampus yang akan saya jadikan tempat untuk berproses selama 4 tahun. Padahal kampus saya sudah memiliki nama yang cukup besar, diantara kampus-kampus swasta lainnya. 

Mungkin yang pertama mulai dari proses belajar mengajar (PBM), saya tidak ingin menyudutkan salah satu dosen saja, namun kesimpulannya bahwasanya kebanyakan tenaga pendidik yang ada di kampus saya menerapkan PBM hanya dengan satu arah saja. Seolah mahasiswa hanya datang untuk mendengarkan ceramah, lalu habis itu pulang. Walaupun memang ada dosen yang menerapkan PMB dua arah, cuma diatas sudah saya tegaskan, bahwasanya keseluruhan dosen hanya satu arah saja. 

Alhasil dengan PBM yang demikian, mengakibatkan mahasiswa pasif dan enggan untuk aktif di kelas, dan itu yang tidak pernah di evaluasi dari tahun ke tahun. Akhirnya mengakibatkan mahasiswa yang awalnya mempunyai semangat tinggi pada ujungnya mengikuti mahasiswa-mahasiswa yang lainnya. 

Hal tersebut berbanding lurus dengan kegiatan-kegiatan di luar kelas, misalnya diskusi ataupun seminar-seminar yang sebenarnya selinier dengan jurusannya. Sebab saya tidak pernah melihat mahasiswa yang dengan niatan ingin ikut berdiskusi di bawah pohon yang rindang di samping ruang kelas kala sore hari. Setiap ada yang mengadakan diskusi pasti yang datang cuma segelintir orang, dan bisa dihitung dengan jari. Kalopun datang ke seminar pasti karena ingin sertifikatnya saja, namun tidak untuk ilmunya. 

Pada akhirnya mahasiswa hanya sebatas gelar tanpa adanya esensi di dalamnya, karena memang lingkungannya yang mendukung, juga PMB nya yang tidak pernah di rubah dari tahun ke tahun. Seperti berada di zona nyaman, namun justru kenyamanan tersebut berbahaya untuk masa depannya. 

Maka saya tegaskan bahwasanya akreditasi A tidak menjamin kampus tersebut mempunyai sistem PBM yang efektif dan dapat membuat mahasiswanya tumbuh berkembang. Hal yang cukup efektif untuk mengetahui sebuah kampus ialah dari cerita-cerita mahasiswa yang sebelumnya pernah berproses di kampus yang kalian inginkan. Selayaknya orang jualan, kampus akan memperlihatkan barang dagangannya kepada calon-calon mahasiswa baru, dan dagangan tersebut bernama akreditasi A (unggul), maka jangan pernah tergiur dengan itu. 

Note: kalopun ada manfaat dari akreditasi A sebuah perguruan tinggi yaitu cuma untuk mempermudah mencari kerja setelah lulus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun