Artikel yang saya tulis ini  adalah kisah sahabat saya. Sebut saja dia A. A lahir dalam keluarga dengan ormas yang berbeda. Ibunya adalah seorang muhammadiyah dan ayahnya adalah Nahdlatul Ulama.
Kalau ada yang tanya dia Muhammadiyah atau NU, A akan menjawab tidak tahu karena dia juga bingung. Kini  A bersekolah di  pesantren sejak MTS/SMP dan mengikuti ajaran NU karena sebagian besar penduduknya adalah anggota NU.Â
Namun jika A ada di rumah dan mayoritas masyarakatnya adalah warga muhammadiyah, maka A akan mengikuti ajaran muhammadiyah.
 Misalnya, jika NU menggunakan Qunut untuk salat subuh, tetapi Muhammadiyah tidak menggunakannya. Nahh,  A ini memakai Qunut saat subuh ketika ia di pondok, tapi tidak di rumah. Biasanya hari raya idul fitri muhammadiyah lebih awal dari hari raya idul fitri NU, karena saat itu A sedang di rumah maka ia ikut sholat Ied di masjid Muhammadiyah bersama masyarakat lainnya.
 Menurutnya, selama tidak menyimpang dari ajaran Islam, tidak apa-apa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H