Mohon tunggu...
Miftakhul Shodikin
Miftakhul Shodikin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Kenapa kamu hidup ?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sejauh Mana Makna Ibadah (?)

23 Februari 2021   22:05 Diperbarui: 23 Februari 2021   22:20 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: kompasiana.com/edysupriatna

Aku memandanginya begitu banyak orang yang hanya lewat begitu saja seolah tak memperdulikan ibu itu. Padahal ibu itu sangat jelas di depan mata dan mungkin banyak dari mereka yang menunjukan gelagat memang tidak ingin melihatnya. Mungkin merasa jijik melihat Si Ibu itu. 

Tetapi aku yang melihat dari sini merasa jijik kepada orang-orang itu. Bagaimana tidak bahkan setelah ibadah pun banyak orang yang masih angkuh. aku bergegas menemui Ibu itu menanyakan keadaannya dan melakukan apapun yang bisa aku perbuat untuk membantunya. Tentu tidak hanya dengan doa semoga ibu baik-baik saja dan sehat selalu. Tentu tidak.

Di jalan menuju rumah yang sudah petang. Lampu-lampu jalan yang terang ini sangat membantu menuntunku menuju rumah tetapi juga mungkin menghabiskan banyak uang hanya untuk membayar tagihan listriknya. Juga jalan mulus ini sangat membantu roda-roda sepedaku untuk berjalan dengan baik meskipun juga harus memakan banyak biaya untuk membangunnya, mengaspalnya dan bahkan merawatnya ketika ada yang berlubang. 

Begitu banyak uang yang digelontorkan untuk memenuhi fasilitas orang-orang yang memiliki moda transportasi. Sepeda salah satunya. Sedangkan di sisi lain juga ada seorang Ibu tua yang dengan terpaksa harus meminta-minta hanya demi memenuhi makannya untuk hari ini. Ketika banyak orang yang meminta kepada Tuhan di dalam tempat ibadah Ibu itu justru sebaliknya. Mungkin ia sudah pasrah dan lelah.

Kebanyakan orang pergi beribadah dengan kepercayaan bahwa ketika ia menjalankan semua ritual-ritual keagaamnnya dengan taat maka semua keinginannya di dunia dan bahkan di akhirat kelak yakni masuk surga akan segera terpenuhi semuanya. Hal ini menandakan bahwa ibadah tak lebih hanya pemuas ego kita belaka. Sedangkan di luar sana begitu banyak orang-orang yang membutuhkan saluran bantuan dari kita. Justru kita mengabaikannya dan lagi-lagi hanya mementingkan ego. Nafsu dan keinginan material semata. 

Fenomena demikian menimbulkan penghakiman dan klaim yang mengatas namakan agama yang tak mendasar. Ketika sudah merasa paling taat menjalankan ritual-ritual keagamaan. Kebanyakan dari kita juga mengklaim dekat dengan Tuhan lebih dari siapa pun. Yang kemudian membuat kita semakin ego dan mulai menyalahkan kelompok-kelompok lain dengan kekufuran karena menganggap dirinya yang paling taat dan benar. 

Tak heran ketika Ibu itu sedang meminta-minta bahkan ketika yang diminta baru saja selesai beribadah pun tak ada yang menghiraukan dan buang muka begitu saja. Bukan berniatan untuk membantunya, yang ada mungkin malah menasehati Si Ibu dengan fatwa dan dalil bahwa meminta-minta itu haram dan tidak boleh oleh hukum agama lalu menakut-nakuti dengan kekufuran dan neraka. Padahal yang dibutuhkan Si Ibu bukan itu. Yang ia butuhkan ialah saluran bantuan.

Dalam perjalanan pulang ini. Kembali dalam benakku memikirkan tentang agamaku sendiri. Apakah benar agamaku mengajarkan hal yang kebanyakan orang lakukan. Beribadah dengan sangat taat lantas mengabaikan masalah-masalah sosial. Kemiskinan misalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun