those things that are on earth,
who for us men and for our salvationÂ
came down and was made man,
suffered,
rose again on the third day,
ascended into the heavens,Â
and will come to judge the living and the dead.
And we believe in the Holy Spirit.
Meskipun Konsili Nicea I muncul dengan keputusan tersebut, penolakan oleh Aria tetap lanjut, hingga akhirnya 3 teolog dari Kapadokia memberikan jawaban yang membawakan konsep Trinitas ke dunia modern ini. Mereka beranggapan bahwa Tuhan sebagai entitas merupakan sesuatu yang esensinya (ousia) tidak ada duanya dan tidak bisa disamakan dengan apa yang dimiliki oleh Bapa, Putra, Roh Kudus(Roh Kudus di bagian akhir dari Kredo Nikene menimbulkan pertentangan sendiri, tetapi tidak akan saya bahas di sini). Dan Trinitas merupakan wujud(hypostasis) yang tidak sama "nilai"nya dengan esensinya.
Beberapa orang seperti St. Jerome beranggapan bahwa ousia dari Tuhan sama dengan hyposthase yang merepresentasikan ousia-nya. Namun, dilihat secara arti kata, ousia merepresentasikan sesuatu yang murni, sesuatu yang mendefinisikan dirinya sendiri seperti kalimat YHWH saat menyatakan eksistensinya. Sedangkan hypostasis mendeskripsikan suatu objek bukan dari maknanya, tapi sesederhana sebuah objek, sehingga tidak bisa disamakan dengan Tuhan sebagai entitas yang membuktikan esensinya diri sendiri. Gregory dari Nyssa, salah seorang dari ketiga Teolog dari Kapadokia berkata:
the divine nature(ousia) is unnameable and unspeakable"; "Father," "Son" and "Spirit" are only "terms that we use" to speak of the energeiai by which he has made himself known"
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!