Mohon tunggu...
Michael JuliusFigun
Michael JuliusFigun Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Universtitas Atma Jaya

Michael Julius Figun

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Film "Spotlight" (2015) dan "The Insider" (1999)

14 Desember 2020   19:01 Diperbarui: 14 Desember 2020   19:08 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

"The Insider" (1999) dan "Spotlight" (2015) adalah sebuah karya film bergenre invetigasi yang di angkat dari kisah nyata di Amerika Serikat. Film ini sendiri dapat di jadikan acuan untuk para jurnalis ataupun "aktor" media massa dalam menanggapi peristiwa-peristiwa yang sering kali rumit untuk dijabarkan.

Kedua film ini memilii isu-isu komunikasi yang dapat dipahami untuk menjadi bahan kajian di bidang komunikasi. Isu komunikasi yang dapat dilihat pada kedua film ini adalah isu ekonomi politik, yaitu kepentingan para pihak pemilik modal yang pada akhirnya menghalalkan segala cara untuk dapat mencapai tujuannya untuk mempertahankan kekuasaa, kedudukan , ataupun kepentingan lain pihak tersebut. Menurut Hainsworth dan Meng , isu sendiri merupakan konsep dimana konsekuensi atas beberapa tindakan yang dilakukan oleh pihak tertentu dan berakibat terciptanya masalah publik.

Selain isu yang telah disebutkan diatas, isu-isu komunikasi biasanya berdampak atau terdapat banyak implikasi pada perubahan sosial dalam masyarakat. Adegan-adegan dalam kedua film ini cukup menjadikan titik perubahan masyarakat yang dimana ketika adegan dalam pengambilan keputusan seorang jurnalis untuk menentukan arah penyelesaian masalah. Lalu, kenyataan bahwa banyak perusahaa media yang mengedepankan kepentingan pribadi dibandingka kepentingan masyarakat dalam hal ini "Konglomerasi Media". Hal-hal tersebut menciptakan kondisi bagaimana masyaraat merespon adegan-adegan dalam film tersebut. Contohnya adalah ketika tingkat kredibilitas yang dipertayakan oleh masarakat hingga lunturnya kepercayaan masyarakat.

Film "The Insider" (1999) dan "Spotlight" (2015 berkaitan erat dengan konteks komunikasi massa.  Film merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa yang dimana film meliputi audio visual dan berbagai kombinasi yang unik dan dapat mengantar pesan sekaligus secara massal. Dalam konteks komunikasi massa, film menciptakan implikasi-implikasi yang terjadi akibat pesan tentang realitas objektif dan memungkinkan khalayak/penonton dapat menginterpretasikan ataupun memahami pesan dalam film tersebut dengan efek yang cukup beragam. Salah satu contoh, kedua film ini tentu memiliki interpretasi masing-masing di antara penontonnya. Mulai dari ketidaknyamanan masyarakat dengan para pemilik media, ketidakpercayaan masyarakat terhadap jurnalis yang terlalu ambisius  mencari fakta hingga merugikan beberapa pihak, hingga banyaknya interpretasi lainnya yang timbul di benak masyarakat tergantung pada sudut padang yang mereka pahami.

Interpretasi atau pengaruh tersbut amat sangat tergantung pada proses negosiasi makna yang terjadi pada penonton terhadap pesan yang sebenarnya ingin disampaikan oleh film tersebut. Menurut McQuaill (1991), pengaruh tayangan film tersebut akan semakin besar jika kekuatan negosiasi makna yang dilakukan lemah. Artinya hal ini dilihat dari kondisi latar belakang sosial budaya si penonton yang tentu akan berbeda satu sama lain.

Teori yang dapat digunakan untuk menjawab isu-isu komunikasi yang ada dalam film "The Insider" dan "Spotlight" adalah teori ekonomi politik media. Teori ini sendiri merupakan teori yang membahas mengenai permasalah modal yang dimiliki oleh investor khsusnya dalam industir media yang dapat menjadi motor penggerak utama untuk menjadikan kepentingan investor tujuan utama dan mengabaikan kepentingan yang seharusnya dilakukan oleh industri media. Kepentingan-kepentingan pemilik modal tidak lain tidak bukan adalah untuk mencari keuntungan dan keuntungan tersebut dipergunakan untuk memperluas jangkauan industri atuapun perusahaan media yang mereaka miliki.

Teori ekonomi politik ini mencoba untuk melihat relasi antara perushaaan tembakau dengan industri media yang ada dalam film "The Insider" (1999) dan juga meilat bagaimana perang dingin antara media Boston dengan gereja katolik Boston dalam film "Spotlight" (2015). Teori ini juga digunakan untuk meilhat bagaimana citra wartawan yang dibentuk dalam kedua film tersebut.

Vincent Mosco sendiri menawarkan 3 konsep untuk melihat ekonomi politik secara mendalam yaitu, komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi (Mosco: 1996). Komodifikasi, proses traformasi barang ataupun jasa yang nilai gunanya menjadi sebuah komoditas yang dimana nilai tersebut memiliki nilai tukar. Spasialisasi, merupakan konsep yang berisi mengenai bagaimana suatu industri media dapat menyediakan produknya pada khalayak dalam batasan ruang dan waktu. Konsep ini sangat bergantung pada jaringan dan kecepatan untuk dapat menyampaikan produknya pada khalayak. Terkahir adalah strukturasi yang berbicara mengenai hubungan sosial yang dibentuk di antara kelas ataupun gerakan sosial yang saling terhubung.

Menurut Baran (2010), teori ekonomi politik mempunyai kekuatan yang berfokus pada; bagaimana industri media dikendalikan, penyelidikan empiris mengenai finansial idustri media, dan relasi finansial industri media dengan produksi konten media.

Metodelogi yang digunakan untuk menganalisis film "The Insider" (1999) dan "Spotlight" (2015) adalah analisis teks yang dimana terdapat 3 bagian yatu struktur makro, superstruktur serta struktur mikro.

Film "The Insider"(1999) , mempunyai struktur makro yang dimana film ini menggunakan tema besar pada kajian jurnalisme investigasi dan hal serupa juga dilakukan pada Film "Spotlight" (2015). "The Insider", berfokus pada perang dingin antara perusahaan tembakau dengan mantan karyawan yang bekerja sama dengan jurnalis untuk membuka kedok dari perusahaan tembakau tersebut serta media tv yag seolah-olah dikendalikan okeh perusahaan tembakau tersebut. "Spotlight", juga memiliki fokus yang hampir sama yaitu perang dingin antara media The Boston Globe dengan organisasi gereja katolik Boston.

Dalam sturktur makro ini, dapat diperhatikan bahwa kedua film ini memiliki skandal besar terkait dengan organisasi di luar industri media ataupun di dalam industri media itu sendiri. Skandal tersebut dalam film "The Insider" adalah skandal perusahaan tembakau yang menutup kebobrokannya dengan cara mengancam indsutri media, memanipulasi data serta bertindak semaunya (didasarkan dengan kekuatan finansial). "Spotlight" sendiri juga menawarkan kasus yang tidak berbeda jauh yang dimana Gereja Katolik menjadi tembok dalam kasus pelecehan yang dilakukan oleh pastur. Gereja Katolik mencoba menutupi segala kebobrokannya melalui aktivtas masyarakat, mayoritas masyarakat penganut Katolik serta penguasa kota yang beragama Katolik. Dalam hal ini butuh kewaspadaan agar skandal tersebut tidak berbalik menyerang para jurnalis yang ingin mengusut tuntas kasus tersebut.

Selanjutnya adalah analisis di bagian superstruktur, yang dimana kedua film ini mencoba melakukan pengemasan dalam 3 tahap, yaitu Opening, Klimaks, serta Ending. Opening, kedua film ini menunjukkan perbedaan yang dimana "The Insider" membukanya dengan pengenalan sang tokoh utama yang masih bekerj di perusahaan tembakau tersebut, lalu "Spotlight" dengan perpisahan editor dari media The Boston Globe. Klimaks, pada bagian ini "The Insider" menunjukkan bagaimana sang tokoh utama diwawancarai di acara 60 Minutes untuk membongkar aib dari perusahaan tembakau tempat ia bekerja sebelumnya sehingga timbulah akibat dari wawancara tersebut dimana terdapat banyak ancama pembunuhan dan sang tokoh utama ditinggalkan oleh orang-orang terdekatnya. "Spotlight" dikemas dengan Klimaks dimana salah satu jurnalis di industri media The Boston Globe ingin  mengangkat kasus pelecehan yang dilakukan oleh pastur dan tidak disetujui oleh pihak-pihak yang ada dalam perusahaan media tersebut hingga akhirnya pada proses pengumpulan bukti yang cukup menegangkan. Ending, kedua film ini memunyai ending dimana mereka dapat menyelesaikan invetigasi mereka secara mendalam serta mendapat pengakuan publik bahwa berita yang mereka sampaikan amat sangat informatif.

Stukrtur Mikro, bagian terakhir dalam pembahasan ini. Latar adalah salah satu bagian dari struktur mikro ini dimana kedua film ini sama-sama ingin memperlihatkan praktif jurnalistik yang kompleks dalam hal pengumpulan data/buti, proses produksi konten serta mengemas konten khususnya pada jurnalistik invetigasi.

Sebagi penutup, setelah melakukan analisis serta pembahasan dapat dilihat bahwa citra jurnalis dalam kedua film ini cukuplah EPIC. Mkasudnya adalah dimana seringkali Jurnalis memiliki rasa ingin tahu yang cukup besar sehingga keselamatan jiwa nya terancam, Kegigihan dalam menginvestigasi suatu kasus yang dianggap penting untuk diberitakan pada masyarakat, dan yang terakhir adalah berani untuk mengungkapkan segala jenis peristiwa sesuai dengan kode etik yang ada.

Keterlibatan pihak-pihak luar dalam menciptakan citra jurnalis yang sesuai dengan masyrakat juga perlu diperhatikan karena konglomerasi media saat ini masih menjadi hal yang harus dilakukan pengawasan secara mendalam untuk dapat memimilasir kredibilitas para jurnalis serta tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media tetap terjaga

DAFTAR PUSTAKA

Baran, StanleyJ & Davis Dennis, K. (2010). Teori Komunikasi Massa: Dasar, Pergolakan, dan Masa Depan. Salemba Humanika. Jakarta.

Kusumaningrat, Hikmat dkk. (2006). Jurnalistik Teori dan Praktik. Remaja Rosdakarya. Bandung

McQuail, Denis. (2011). Teori Komunikasi Massa. Salemba Humanika. Jakarta

Mosco, Vincent. (2009). The Political Economy of Communication. Sage. London

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun