"Selama liburan, kamu sudah mengunjungi berapa tempat?"
Angka, angka, angka. Semua hal yang berkutat di sekitarku hanyalah angka. Yang harus kusebutkan adalah angka. Yang harus kuhasilkan adalah angka. Mereka hanya akan paham jika aku menjelaskan banyak hal dengan angka dan angka. Mereka hanya akan puas saat menerima sebuah angka.
Aku bahkan mulai tidak yakin, apakah diriku ini manusia atau kalkulator. Aku membencinya. Angka, angka, angka, berapa orang yang harus kubunuh kali ini?
"Permisi, ini pesanan kakak." Seorang pelayan menyapaku yang dengan tangan lihainya segera memenuhi mejaku.
"Tart cokelat dengan krim kocok dan satu smoothie rasa stroberi. Dan karena kami dengar kakak berulang tahun hari ini, kami menyediakan lilin. Karena hanya lilin ini yang kami punya saat ini, saya harap kakak maklum. Selamat ulang tahun dan selamat menikmati, kak." Jelas pelayan itu.
Sejujurnya aku tidak terlalu memperhatikan apa yang diucapkan pelayan. Mataku terpaku pada lilin kecil berbentuk angka 16 di atas tart cokelatku.
Berapa sebenarnya usiaku sekarang? Berapa lama aku sudah terjebak pada dunia memuakkan yang dipenuhi olah angka-angka ini?
Angka, angka, angka, angka lagi, angka terus, dan terus.
Kurasa aku harus segera mengeluarkan isi tasku dan memasang hitungan mundur selama 16 detik.
Dengan begitu, buumm!!!
Orang-orang di tempat ini akan segera meledak secara bersamaan. Menambahkan angka pada koran-koran, dan menambahkan angka berbentuk rupiah pada setiap hasil penyelidikan.