Mohon tunggu...
Humaniora

Islam Kontekstual Keindonesiaan

27 Juli 2017   16:21 Diperbarui: 27 Juli 2017   16:29 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bahwa Islam bukan Arab tak seorangpun meragukannya. Berbagai penegasan ayat Al Qur'an menyebutkan Islam diturunkan pada seluruh ummat manusia. Arab hanya merupakan media dalam proses turunnya Islam melalui penggunaan bahasa Arab pada kitab Alquran dan diturunkan di jazirah Arab. Di luar dua hal itu praktis sebenarnya Islam tidak berhubungan dengan Arab.

Penegasan Islam diturunkan untuk memberikan rahmat pada alam semesta yang populer dengan istilah rahmatan lil alamin menjelaskan tentang semangat universal Islam. Arab hanya merupakan konteks budaya yang menjadi titik awal turunnya Islam.

Dari sini seperti ditegaskan futurolog Ziauddin Sardar Islam turun dalam komunitas budaya; bukan di ruang kosong. Interaksi Islam dan budaya lokal begitu dinamis. Nilai-nilai Islam mampu mewarnai budaya lokal tanpa memutus proses perkembangan budaya. Berbagai budaya Arab yang tak bertentangan dengan nilai-nilai dibiarkan berkembang melalui proses interaksi dinamis dengan ajaran Islam.

Proses interaksi dinamis itu tak hanya berkembang di jazirah Arab. Dalam perkembangan Islam ke berbagai negara proses serupa berjalan sehingga kehadiran Islam pada taraf awal praktis mudah diterima karena masyarakat setempat tak menganggap kehadiran Islam sebagai sebuah ancaman budaya. Barangkali hanya pada wilayah politik riak-riak resistensi keislam sesekali merebak.

Di negeri ini pengembangan dan penyebaran Islam melalui Wali Songo merupakan potret paling lengkap interaksi Islam dengan budaya lokal. Para Wali yang sangat memahami watak Islam sebagai agama rahmatan lil alamin walau ada sebagian yang berlatar belakang Arab sama sekali tidak membawa budaya Arab dalam penyebaran agama Islam. Secara cerdas para wali justru membiarkan interaksi Islam sebagai agama baru dengan budaya lokal sehingga tidak menimbulkan goncangan berarti di tengah masyarakat.

Konsepsi dan strategi para wali dalam penyebaran Islam  bahkan bisa masuk ke wilayah kekuasaan raja-raja di Jawa disebabkan pendekatan melalui budaya lokal. Bukan Islam berlabel Arab namun memanfaatkan potensi budaya lokal sebagai media penyebaran sehingga Islam mudah diterima masyarakat negeri ini.

Sangat jelas bahwa para wali memahami bahwa Islam bukan Arab. Islam merupakan agama universal untuk semua manusia di manapun. Karena itu seperti kehadiran Islam di jazirah Arab yang berinteraksi dengan budaya Arab, penyebaran Islam di negeri ini dikembangkan dalam proses interaksi cerdas dengan budaya lokal. Karena itu berkembang keterikatan keislaman khas Indonesia sesuai budaya masyarakat Indonesia.

Proses interaksi Islam dengan budaya lokal itu terjadi tidak hanya di Indonesia. Di belahan dunia lainpun Islam sangat dinamis berinteraksi dengan budaya lokal. Karena itu tidak aneh karakter budaya lokal selalu mewarnai keterikatan agama Islam  di belahan dunia manapun. Ini menegaskan bahwa Islam memang memberikan apresiasi pada budaya lokal selama tidak bertentangan prinsip-prinsip ajaran utama Islam terutama ketauhidan. Sejarahpun membuktikan  keterikatan keagamaan Islam pada persoalan asesoris, hal-hal bersifat furu' sangat kaya warna warni.

Simaklah dalam soal format pemerintahan di berbagai negara yang mayoritas beragama Islam. Praktis sangat kontekstual sejalan persepsi dan pertimbangan serta subyektivitas penafsiran pemahaman keislaman. Kesamaan terpapar pada semangat keislaman namun format atau anatomi bersifat praksis sejalan pilihan-pilihan disesuaikan kondisi budaya setempat. Karena itu negara-negara yang sama-sama mengklaim sebagai negara Islam format atau anatomi pemerintahannya berbeda-beda.

Di sinilah dapat ditarik benang merah mengapa penting keislaman di negeri ini dalam perkembangannya tak perlu meniru negara lain. Islam Nusantara dalam pemahaman Nahdatul Ulama, Islam Berkemajuan dalam pemahaman Muhammadiyah dan lainnya merupakan penegasan keislaman keindonesiaan, yang sejalan budaya masyarakat Indonesia, yang ramah,   bersahabat, jauh dari kekerasan, menghargai perbedaan sejalan realitas kebhinnekaan atau multi kultural masyarakat negeri ini.

Jadilah ummat Islam Indonesia. Berislamlah dengan keramahan dan persaudaraan yang jauh dari kekerasaan khas Indonesia untuk terwujudnya Indonesia hebat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun