Dalam lanskap ekonomi global yang semakin saling terkait dan dinamis, negara-negara berkembang seperti Indonesia menghadapi tantangan ganda: menumbuhkan ekonomi domestik sekaligus menjaga daya tawar di panggung internasional. Salah satu instrumen strategis yang digunakan Pemerintah Indonesia untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui investasi pada Organisasi atau Lembaga Keuangan Internasional (O/LKI).
Langkah ini bukan sekadar pengeluaran fiskal atau bentuk dukungan diplomatik, melainkan bagian dari upaya membangun "ekuitas geopolitik" Indonesia di antara arus kompetisi dan kolaborasi global.
Dimensi Strategis: Lebih dari Sekadar Kontribusi Finansial
Berbeda dengan investasi korporat yang berorientasi profit, investasi pemerintah pada lembaga keuangan internasional memiliki dimensi strategis yang multidisipliner. Misalnya, dalam International Fund for Agricultural Development (IFAD) atau International Development Association (IDA), keikutsertaan Indonesia bukan hanya memastikan akses pada bantuan pembangunan dan pembiayaan lunak, tetapi juga memperkuat posisi tawar Indonesia dalam menyusun kebijakan global, khususnya di sektor pembangunan berkelanjutan.
Partisipasi ini juga memperluas ruang diplomasi Indonesia di tengah menurunnya efektivitas rezim multilateralisme dan meningkatnya politik blok-blokan. Dengan mempertahankan kepemilikan saham dan hak suara, Indonesia menjaga perannya sebagai middle power yang aktif, terutama dalam isu-isu seperti ketahanan pangan, energi terbarukan, perubahan iklim, dan pemberdayaan UMKM.
Landasan Hukum dan Kebijakan yang Kokoh
Secara normatif, investasi ini dijamin oleh berbagai regulasi, mulai dari Pasal 17 UUD 1945, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, hingga PP No. 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah. Penjabaran teknisnya dituangkan dalam PMK seperti PMK No. 161/2023 untuk tahun anggaran 2024, yang mengatur secara spesifik penambahan investasi pada lembaga internasional.
Tak kalah penting, investasi ini dikelola oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai PPA BUN BA 999.03, yang memastikan bahwa pengelolaannya dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel sesuai prinsip tata kelola keuangan negara yang baik (good public financial governance).
Manfaat Ekonomi: Jangka Panjang dan Struktural
Kritik umum terhadap kebijakan ini adalah minimnya hasil finansial yang dapat dirasakan langsung dalam waktu dekat. Namun, argumen ini gagal memahami esensi investasi internasional yang bersifat non-financial return tetapi berdampak ekonomik struktural.
Sebagai contoh, akses Indonesia terhadap pembiayaan lunak dari lembaga-lembaga tersebut memungkinkan pemerintah mengembangkan proyek-proyek strategis di sektor pertanian, infrastruktur dasar, dan penguatan ketahanan sosial, terutama di wilayah tertinggal dan perbatasan. Hal ini tidak hanya memperluas basis ekonomi nasional tetapi juga menurunkan ketimpangan wilayah secara bertahap.