Mohon tunggu...
MUHAMMAD REZA SETIAWAN
MUHAMMAD REZA SETIAWAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - forester I practitioners I learners I reader I traveller I adventurer !

Jalanmu mungkin tidak cepat namun percayalah rencana Allah selalu tepat! Sabar, ikhlas, ikhtiar. ~ Sajak Salaf

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Stratifikasi Vegetasi Hutan

3 April 2022   12:20 Diperbarui: 15 Oktober 2022   10:04 5880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kendari, Sulawesi Tenggara – Stratifikasi merupakan struktur atau susunan vertikal dari kelompok vegetasi pembentuk hutan primer atau hutan alam. Stratifikasi terjadi disebabkan karena kompetisi suatu jenis tertentu yang lebih dominan dari jenis lainnya, dan adanya sifat toleransi spesies terhadap sinar matahari sehingga memberikan kesempatan spesies lain untuk terus tumbuh dan berkembang.

Stratifikasi dapat terlihat jelas pada bioma hutan hujan tropis. Lapisan-lapisan vertikal yang terbentuk biasanya disebut dengan stratum, sehingga membentuk struktur vertikal (Gambar 1). Bioma sendiri adalah ekosistem dari komunitas flora dan fauna di darat yang beradaptasi pada iklim tertentu.

Ada beberapa stratum dalam stratifikasi hutan, meliputi stratum A, stratum B, stratum C, stratum D, dan stratum E (Gambar 1). Setiap stratum menggambarkan bentuk pertumbuhan khas yang adaptif dan kompetitif dari komunitas vegetasi penyusun hutan (Utami dan Putra 2020).

Stratum merupakan lapisan–lapisan yang tersusun dari kelompok bentuk pertumbuhan vegetasi yang sejenis. Adapun uraian dari setiap stratum adalah sebagai berikut:

1. Stratum A adalah lapisan teratas terdiri dari pohon-pohon yang tingginya lebih dari 30 m atau biasa disebut emergent layer. Pepohonan tersebut biasanya memiliki batang lurus bebas cabang yang menjulang tinggi. 

Di samping itu, pada waktu semai pohon pada stratum A biasa memerlukan naungan tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak. 

Beberapa contoh kasus pepohonan ini mengalami fenomena crown shyness atau pembentukan celah antar tajuk. Fenomena ini biasa dialami pada pepohonan dari suku dipterocarpaceae, seperti Dryobalanops aromatic dengan tinggi mencapai 60 meter yang tumbuh di hutan tropis Kalimantan. 

Para peneliti menilai bahwa fenomena tersebut memiliki keuntungan bagi spesies lain yang hidup di bawah naungan emergent layer untuk tetap memperoleh cahaya matahari yang menembuh celah tajuk mereka. Pohon-pohon emergent biasanya memiliki kerapatan atau jumlah individu yang kecil, beberapa mengelompok dan tersebar. Stratum A biasa disebut juga dengan pohon dewasa.

2. Stratum B adalah lapisan vertikal kedua yang terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi antara 20–30 m. Pohon pada stratum ini cenderung mendominasi dengan kerapatan tinggi di hutan primer (hutan alam). 

Ciri khas utamanya adalah batang pohon biasanya banyak memiliki cabang. Pada stratum ini pohon masih dapat menerima cahaya matahari dengan intensitas yang cukup tinggi. Jenis pepohonan pada stratum ini beberapa juga ada yang tahan naungan. Stratum B biasa disebut juga dengan tiang.

3. Stratum C adalah lapisan vertikal ketiga yang terdiri dari pohon dengan tinggi 4–20 m. Pohon pada lapisan ini memiliki banyak cabang dan tahan naungan. Epifit seperti paku dan anggrek banyak yang bergantung kehidupannya pada pepohonan di stratum C. Stratum C biasa disebut juga dengan pancang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun