Mohon tunggu...
mhd firdaus lubis
mhd firdaus lubis Mohon Tunggu... Guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemikiran Pendidikan Islam Al-Zarnuji

13 Oktober 2025   09:45 Diperbarui: 13 Oktober 2025   09:47 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A. Hakikat Pendidikan Menurut Al-Zarnuji

Menurut Al-Zarnuji, pendidikan bukan sekadar transmisi ilmu, tetapi merupakan proses penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) dan pembentukan karakter (tahdzb al-akhlq). Ia menegaskan bahwa adab harus didahulukan sebelum ilmu, sebab ilmu tanpa adab dapat menjerumuskan seseorang pada kesombongan dan kerusakan moral. Oleh karena itu, pelajar harus memperbaiki niat dan membersihkan hati agar ilmunya bermanfaat. Bagi Al-Zarnuji, ilmu sejati adalah ilmu yang membawa perubahan moral dan spiritual, menumbuhkan ketakwaan, dan mendorong amal saleh. Pendidikan sejati bertujuan melahirkan manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak, beriman, dan bertanggung jawab..

B. Tujuan pendidikan

  • Mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub il Allh : Tujuan utama pendidikan menurut Al-Zarnuji adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Menuntut ilmu bukanlah sekadar aktivitas intelektual, tetapi bentuk ibadah yang mengantarkan manusia pada pengenalan dan ketaatan kepada-Nya. Setiap pelajar harus menata niatnya agar belajar dilakukan lillhi ta'l (karena Allah semata), bukan untuk mencari kedudukan, kekuasaan, atau pujian manusia. Dengan demikian, ilmu menjadi jalan untuk meningkatkan ketakwaan, keikhlasan, dan kesucian hati.
  • Mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat : Al-Zarnuji menegaskan bahwa ilmu yang tidak diamalkan akan kehilangan nilainya. Ilmu sejati adalah ilmu yang memberi manfaat bagi diri dan orang lain, sehingga pelajar dituntut untuk mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan sosial. Mengajar, membantu sesama, serta berkontribusi dalam kemajuan masyarakat merupakan bentuk nyata dari kemaslahatan umat. Dalam pandangannya, ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buahtampak besar, tetapi tidak memberi manfaat.
  • Menumbuhkan tanggung jawab moral dalam kehidupan : Pendidikan juga bertujuan membentuk tanggung jawab moral agar seseorang mampu mengontrol perilakunya sesuai nilai-nilai Islam. Seorang yang berilmu harus memiliki kesadaran etis dalam setiap tindakan, baik terhadap dirinya, masyarakat, maupun lingkungannya. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya menghasilkan orang berpengetahuan, tetapi juga manusia bermoral, berintegritas, dan berkomitmen terhadap kebaikan

C. Konsep Ilmu

  • Kedudukan Ilmu: Menurut Al-Zarnuji, ilmu memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia karena menjadi cahaya (nr) yang menuntun seseorang menuju kebenaran dan keridhaan Allah. Ilmu membedakan manusia dari makhluk lain dan menjadi dasar kemuliaan serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Ia menegaskan bahwa ilmu lebih utama daripada harta, sebab harta bersifat fana dan harus dijaga oleh pemiliknya, sedangkan ilmu bersifat kekal dan justru menjaga pemiliknya. Orang berilmu akan dihormati karena pengetahuannya, sementara harta tanpa ilmu dapat menjerumuskan seseorang pada kesombongan dan kebodohan.
  • Jenis Ilmu: Al-Zarnuji membagi ilmu menjadi dua jenis utama. Pertama, ilmu agama (syar'i) yang mencakup ilmu tauhid, fiqih, akhlak, dan segala pengetahuan yang mengantarkan manusia untuk mengenal dan taat kepada Allah. Jenis ilmu ini menjadi prioritas utama karena langsung berkaitan dengan kebahagiaan akhirat. Kedua, ilmu duniawi, seperti kedokteran, pertanian, atau perdagangan. Meskipun bersifat dunia, ilmu ini tetap memiliki nilai bila digunakan untuk kemaslahatan umat dan mendukung ketaatan kepada Allah. Dengan demikian, Al-Zarnuji tidak menolak ilmu dunia, tetapi menekankan agar penggunaannya tetap dalam bingkai nilai-nilai Islam.

D. Ilmu yang Bermanfaat

  • Bagi Al-Zarnuji, ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan dengan niat ikhlas dan membawa kebaikan bagi diri serta masyarakat. Ilmu bukan sekadar pengetahuan teoritis, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang mencerminkan ketaatan kepada Allah. Ia memperingatkan bahwa ilmu tanpa amal adalah sia-sia, bahkan berbahaya, karena dapat menimbulkan kesombongan dan menjauhkan seseorang dari kebenaran. Oleh karena itu, keberkahan ilmu hanya akan diraih apabila disertai dengan keikhlasan, pengamalan, dan akhlak mulia.
  • Guru dan Murid dalam Pandangan Al-Zarnuji
  • Peran Guru : Dalam pandangan Al-Zarnuji, guru memiliki kedudukan yang sangat mulia karena berperan sebagai pewaris para nabi (waratsat al-anbiy') dan pembimbing spiritual bagi murid-muridnya. Guru bukan hanya pengajar ilmu, tetapi juga pembentuk kepribadian dan penuntun moral. Oleh sebab itu, seorang guru harus memiliki tiga sifat utama: berilmu, berakhlak mulia, dan ikhlas dalam mengajar. Keilmuan tanpa akhlak akan kehilangan makna, sedangkan keikhlasan menjadikan ilmu yang diajarkan penuh keberkahan dan pengaruh positif bagi murid.
  • Adab terhadap Guru : Al-Zarnuji sangat menekankan pentingnya adab murid terhadap guru, karena keberkahan ilmu bergantung pada sikap hormat murid kepada gurunya. Seorang murid wajib menghormati guru dengan tidak membantah, tidak bersikap sombong, dan senantiasa bersabar terhadap bimbingannya. Ia juga harus mendengarkan dengan penuh perhatian, tidak mendahului guru dalam berbicara, serta menjaga nama baik gurunya di mana pun berada. Dalam pandangan Al-Zarnuji, hubungan antara guru dan murid bersifat spiritual bukan sekadar akademik sehingga adab menjadi jembatan bagi turunnya keberkahan ilmu.
  • Sifat Murid Ideal : Menurut Al-Zarnuji, murid yang ideal adalah yang ikhlas dalam menuntut ilmu karena Allah, bukan karena ambisi duniawi. Ia harus rajin, sabar, tawadhu' (rendah hati), serta pandai menjaga waktu agar proses belajarnya efektif dan penuh keberkahan. Murid juga harus menghindari sifat malas, sombong, dan lalai, karena semua itu menjadi penghalang datangnya ilmu. Murid yang memiliki niat suci, disiplin, dan adab yang baik akan dimudahkan oleh Allah dalam memahami ilmu dan mengamalkannya dengan benar.

E. Metode Pendidikan

  • Metode Belajar : Menurut Al-Zarnuji, proses belajar harus dilakukan secara bertahap dan berulang (tadarruj wa tikrr) agar ilmu dapat benar-benar dipahami dan melekat dalam ingatan. Ia menolak cara belajar yang tergesa-gesa tanpa pengulangan, karena itu dapat menyebabkan pemahaman yang dangkal. Selain itu, Al-Zarnuji menganjurkan diskusi dan musyawarah antar pelajar sebagai sarana memperdalam pemahaman dan melatih berpikir kritis. Ia juga menekankan pentingnya menghafal dan memahami makna, bukan hanya sekadar mengulang teks. Menurutnya, hafalan tanpa pemahaman tidak akan melahirkan kebijaksanaan, sedangkan pemahaman tanpa hafalan mudah hilang.
  • Adab Belajar : Dalam pandangan Al-Zarnuji, keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh adab pelajar. Ia menekankan agar pelajar selalu menjaga kebersihan hati, niat, dan waktu, karena hati yang bersih memudahkan datangnya ilmu dan keberkahan. Niat harus dijaga agar tetap ikhlas karena Allah, bukan karena ambisi dunia. Selain itu, pelajar harus menjauhi dosa dan maksiat, sebab hal-hal tersebut dapat menghalangi masuknya ilmu ke dalam hati. Ia meyakini bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada hati yang gelap oleh maksiat.
  • Lingkungan Pendidikan : Al-Zarnuji juga menekankan pentingnya lingkungan yang baik dalam proses pendidikan. Lingkungan yang ideal adalah yang menumbuhkan ukhuwah (persaudaraan), kesungguhan, dan kedisiplinan. Pelajar hendaknya bergaul dengan orang saleh dan berilmu agar terdorong untuk meniru kebaikannya. Lingkungan yang penuh semangat belajar, saling menasihati, dan menghormati guru akan membantu pembentukan karakter serta keberhasilan dalam menuntut ilmu. Dengan demikian, suasana belajar yang positif menjadi faktor penting dalam tercapainya keberkahan dan kesempurnaan pendidikan.

F. Niat dan Etika Menuntut Ilmu

  • Niat sebagai Fondasi Pendidikan: Al-Zarnuji menegaskan bahwa niat adalah fondasi utama dalam menuntut ilmu. Ia menempatkan niat sebagai penentu arah dan nilai dari seluruh proses pendidikan. Ilmu harus dicari dengan niat ibadah, yakni semata-mata karena Allah, untuk menghilangkan kebodohan dari diri sendiri dan orang lain, serta mengharap keridaan-Nya. Jika niat belajar diarahkan pada tujuan duniawi seperti mencari ketenaran, jabatan, atau kekayaan, maka ilmu tersebut tidak akan membawa keberkahan. Al-Zarnuji menegaskan, "ilmu tanpa niat yang benar tidak akan membawa manfaat," karena nilai spiritual dan moral ilmu bergantung pada kemurnian niat penuntutnya.
  • Bahaya Niat yang Salah : Menurut Al-Zarnuji, niat yang salah dalam menuntut ilmu merupakan penyakit berbahaya bagi hati dan dapat menghilangkan keberkahan ilmu. Orang yang belajar demi riya' (pamer), kedudukan, atau kepentingan duniawi akan kehilangan keikhlasan dan terhalang dari manfaat sejati ilmu. Bahkan, ilmu yang diperoleh bisa menjadi sebab kehancuran moral jika digunakan untuk kesombongan atau manipulasi. Karena itu, ia mendorong pelajar untuk selalu muhasabah (introspeksi diri) agar menjaga niatnya tetap lurus dan bersih, sebab keberhasilan sejati dalam belajar bukan diukur dari banyaknya pengetahuan, tetapi dari keikhlasan dan manfaat ilmu tersebut bagi kehidupan.

G. Amal dan Implementasi Ilmu

  • Ilmu Harus Diamalkan: Menurut Al-Zarnuji, ilmu sejati adalah ilmu yang diamalkan, bukan sekadar diketahui. Ia menegaskan bahwa pengetahuan tanpa amal tidak memiliki nilai di sisi Allah, karena tujuan ilmu adalah untuk memperbaiki diri dan kehidupan. Pengetahuan sejati tercermin dalam akhlak dan perilaku, bukan hanya dalam ucapan atau teori. Oleh sebab itu, seseorang yang benar-benar berilmu akan menampakkan ilmunya melalui amal saleh, kejujuran, dan tanggung jawab moral. Al-Zarnuji menyatakan bahwa amal merupakan bukti dari ilmu yang benar, sedangkan ilmu tanpa amal ibarat pohon yang tidak berbuah indah dipandang tetapi tidak memberi manfaat.
  • Tanggung Jawab Sosial : Al-Zarnuji juga menekankan bahwa ilmu tidak boleh berhenti pada diri sendiri, tetapi harus memberi manfaat bagi masyarakat. Setiap orang berilmu memiliki tanggung jawab sosial untuk menggunakan pengetahuannya dalam memperbaiki kondisi umat, menegakkan keadilan, dan menebarkan kebaikan. Seorang ilmuwan atau pelajar yang sejati harus menjadi teladan moral dan spiritual, menunjukkan keselarasan antara ucapan dan perbuatan. Dengan demikian, ilmu bukan hanya alat untuk meraih prestasi, tetapi sarana untuk membangun peradaban yang berakhlak dan diridai Allah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun