Mohon tunggu...
M Farhan Pratama
M Farhan Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa

Masih kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bahayanya HTI Jika Masih Ada

15 Desember 2022   09:15 Diperbarui: 15 Desember 2022   09:25 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

HTI atau yang lebih dikenal dengan kepanjangannya Hizbut Tahrir Indonesia dibubarkan tepat pada tanggal 19 Juli 2017. Secara filsafat HTI tidaklah berbahaya. Sebab, tidak semua masyarakat memahami apa itu yang dilakukan HTI dan bagaimana sistem khilafah.

"Kritik terhadap Pancasila biar disampaikan dengan bebas. Jangan seperti kita tidak ada kekurangan, bahwa memang masih ada ketidakadilan. Jika kritik HTI tidak bagus, tinggal dicemooh saja," ungkap Ihsan Ali Fauzi, di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (FISIP UGM) Yogyakarta pada Jumat,12 Mei 2017..

Pemerintah tidak bisa membatasi pemikiran, termasuk pemikiran HTI. Contohnya, pemikiran tentang komunis.khilafah, sampai marxisme. Jika kita berpikir rasionalis, yang membuat bahaya adalah jika teori itu dilanjutkan dengan tindakan.

Alasannya, dengan mengambil langkah tersebut, HTI mengakui sistem hukum yang berlaku di negara tersebut. HTI harus dibubarkan karena tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Menurut saksi ahli, kelompok tersebut memiliki ideologi tidak percaya dan tidak mengizinkan perempuan menjadi pemimpin.

Maka dari itu pemerintah membubarkan HTI di Indonesia dengan suatu alasan penting yang dikemukakan pemerintah saat membubarkan HTI pada Mei 2017 adalah organisasi yang mengusung ideologi khilafah ini bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Tak hanya itu, aktivitas HTI juga dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban, serta membahayakan NKRI. Alasan tersebut terbukti saat bendera HTI dikibarkan di Garut dan akhirnya memicu kegaduhan.

Selanjutnya jauhi sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam berpolitik. Kita menyayangkan sikap sebagian politisi yang secara sadar mengeksploitasi sentimen SARA demi meraup dukungan politik. Para pendiri bangsa sepenuhnya sadar akan keanekaragaman suku, budaya, dan agama, sehingga mereka membentuk Republik Indonesia untuk menaungi semua penduduk dari Aceh hingga Papua. Kesadaran itu mulai luntur di kalangan sebagian politisi dan partai politik tertentu. Bahkan, secara terang benderang mereka mendukung HTI dengan alasan klise: kebebasan berdemokrasi.


Atas dasar kedua alasan tersebut, kita tak pernah lelah menyerukan kepada semua komponen bangsa, terutama politisi dan partai politik, untuk tetap menjaga keutuhan bangsa dengan tidak mengeksploitasi SARA. Kita berharap rakyat Indonesia semakin cerdas untuk tidak memberikan suara kepada politisi dan parpol pengeksploitasi SARA pada Pemilu 2019 demi menjaga keutuhan NKRI.

Keberadaan HTI sangat berbahaya, harus segera dibubarkan. Pemahaman takfiri memang milik syiah rafidhah, bukan HTI. Saya tidak pernah mendengar anggota HTI menyalahgunakan dan menghujat kebajikan 'Aisyah, Umar dan sahabat lainnya. Adapun gagasan bahwa perempuan tidak boleh menjalankan negara, telah menjadi perdebatan. "Tidak akan ada kesempatan bagi suatu kaum untuk memberikan kepemimpinan kepada perempuan." (HR Bukhari, Ahmad, Tirmidzi dan an-Nasa'i).

HTI tidak berurusan dengan antar ummat yaitu "furu iyyah". Dengan demikian, soliditas di antara anggota dan elit HTI, serta dengan kelompok agama lain, semakin kuat. Dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal upacara keagamaan, anggota HTI tidak memiliki gaya dan ekspresi yang sama seperti di ranah politik. HTI tidak peduli apakah Anda shalat Subuh dengan Qunut atau tidak. Tampaknya mereka sangat dipengaruhi oleh budaya agama mereka sebelum memasuki HTI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun