Mohon tunggu...
Muhamad Farhan Fuadi
Muhamad Farhan Fuadi Mohon Tunggu... Mahasiswa Kesejahteraan Sosial di UIN Jakarta

"semuanya berawal dari langkah yang kecil"

Selanjutnya

Tutup

Diary

Catatan Harian Pembelajaran Pendidikan Pancasila di Pertemuan Ketiga

23 September 2025   19:32 Diperbarui: 23 September 2025   19:32 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pada pertemuan ketiga pada mata kuliah Pendidikan Pancasila, seperti biasa, Bapak Drs. Study Rizal LK, MA menugaskan kami untuk membuat artikel, yaitu artikel yang berisi pendapat mengenai artikel yang ditulis oleh Beliau. Pada artikel ini saya ingin membahas artikel yang ditulis beliau yang berjudul: "Bahasa Kalbu di Tangga Birokrasi: Air Mata, Lagu, dan Kuasa dalam Perpisahan Sri Mulyani".

Pada 9 September 2025 kemarin, Menteri Keuangaan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, resmi menyerahkan jabatannya kepada penerusnya yaitu Purbaya Yudhi Sadhewa.

Pada artikelnya Beliau menyoroti sebuah kejadian unik saat perpisahan Menteri tersebut di Gedung Juanda, Jakarta, yaitu ratusan penjabat Kementerian Keuangan yang berbaris rapi, mengantarkan Sri Mulyani menuruni tangga Gedung dengan diiringi lagu "Bahasa Kalbu" karya Titi Dj.

Beliau berpendapat bahwa, dalam perspektif komunikasi kritis, peristiwa itu adalah "teater birokrasi. " Lagu "Bahasa Kalbu" sendiri menambah dimensi emosional. Ia seakan berkata bahwa ada sesuatu yang tak dapat disampaikan oleh kata-kata, hanya bisa dirasakan melalui hati. Dengan lagu itu, perpisahan Sri Mulyani dibingkai bukan dalam ranah administratif, melainkan emosional" Ungkap Beliau.

Beliau menyingung Tindakan yang dilakukan para penjabat itu, yang alih-alih mengundang perdebatan rasional tentang warisan kebijakan Menteri tersebut, yang ditonjolkan adalah narasi kasih sayang, pengorbanan, dan kehilangan. "Sri Mulyani dilepaskan bukan semata sebagai mantan atasan, melainkan sebagai figur "ibu bangsa" yang dihormati dengan kepedihan bersama".

Pada artikel tersebut, Beliau juga mempertanyakan kesedihan yang diberikan para penjabat kepada Sri Mulyani. Apakah kesedihan yang diberikan adalah kesedihan yang tulus atau hanya tindakan simbolik semata? Apakah hal ini hanya sebuah dramatisir belaka?

"Air mata bisa menjadi jendela, tetapi juga bisa menjadi tirai. Ia dapat memperlihatkan ketulusan, tetapi sekaligus menutupi struktur kuasa yang sesungguhnya".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun