Mohon tunggu...
Meyiya Seki
Meyiya Seki Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menatap langit malam mencari sebuah jawaban untuk sebuah pertanyaan. Jika tuhan itu memang ada, kenapa harus dia?

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Theis Percaya Tuhan Tak Terbatas Sekaligus Terbatas?

8 Agustus 2013   06:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:31 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sejak muncul tulisan Ujang Bandung yang menyatakan bahwa tuhan itu tak terbatas, saya secara khusus memikirkan hal tersebut dan merenungkan secara mendalam. Tadi malam, saya menemukan sebuah ketidaksinkronan antara pernyataan Ujang Bandung tersebut dengan kenyataan dalam kehidupan theis dalam beragama.

Kita mengetahui bahwa seorang theis dalam memahami tuhan adalah dengan menggunakan batasan-batasan agama yang diyakininya. Artinya, bahwa tuhan yang dipahaminya adalah tuhan yang dideskripsikan dalam ajaran agamanya. Semisal seorang theis Islam memahami tuhan sebagai tidak beranak dan tidak diperanak, tentunya adalah berdasarkan penjabaran dari ajaran Islam. Demikian pula dalam agama lain, penjabaran tentang tuhan yang dijadikan sebagai dasar memahami tuhan.

Namun, ternyata jika seorang theis memahami tuhan berdasarkan penjabaran sebuah agama, maka secara tanpa sadar sejatinya hal tersebut merupakan sebuah pembatasan pada tuhan yang dinyatakan sebagai tidak terbatas. Penjabaran tentang tuhan dalam agama adalah merupakan sebuah batasan. Hal ini yang saya maksudkan sebagai sebuah ketidaksinkronan atau bahkan sebuah kontradiksi.

Theis dalam berbagai argumen menyatakan bahwa akal manusia tidak cukup untuk mampu memahami tuhan, karena tuhan itu sesuatu yang tak terbatas. Atau dengan kata lain, ketakterbatasan tuhan tidak akan mampu dipahami oleh akal manusia. Di sinilah letak permasalahannya, yakni pada satu sisi dinyatakan bahwa akal manusia tidak mampu untuk memahami tuhan karena tuhan tak terbatas, namun pada sisi lain tuhan dijabarkan dan didefinisikan yang mana sebuah definisi tentunya adalah sebuah pembatasan.

Pembatasan definisi tuhan dalam agama ini merupakan sebuah ketidaksinkronan dan kontradiksi dari apa yang diyakini yakni bahwa tuhan itu tak terbatas. Seyogyanya, jika tuhan itu tak terbatas, maka semua definisi dan penjabaran apapun dalam agama adalah menyalahi keyakinan bahwa tuhan itu tak terbatas.

Sehingga, dalam hemat saya, jika seorang theis memahami tuhan dengan batasan-batasan yang dijabarkan oleh agama, maka apa yang diluar batasan-batasan tersebut kemudian dinafikan sebagai tuhan. Maka akan muncul pertanyaan besar, apakah tuhan itu hanya sebatas apa yang dijabarkan oleh sebuah agama, ataukah mungkin tuhan itu melebihi yang mampu dijabarkan oleh sebuah agama?

Jika tuhan diyakini sebagai tak terbatas, maka tuhan sangat mungkin melebihi yang mampu dijabarkan oleh sebuah agama, sebab ketakterbatasan tuhan pun tak mungkin dijabarkan dalam batasan-batasan sebuah agama.

Dengan demikian, jika ada theis yang memahami tuhan berdasarkan keyakinannya atas penjabaran agamanya, pemahaman tersebut bukanlah pemahaman yang benar-benar memahami tuhan, tetapi pemahaman yang terbatas dan sangat terbatas terhadap tuhan.

Maka apa yang ditolak oleh theis sebagai bukan tuhan karena tidak dijabarkan dalam agama yang diyakininya sangat mungkin adalah tuhan, karena jika tuhan itu tak terbatas, dengan otomatis tuhan itu melebihi apa yang dapat dijabarkan dan dibatasi oleh agama manapun.

Jika anda seorang theis, dan percaya bahwa tuhan itu tak terbatas, dapatkah anda menyatakan bahwa batasan-batasan yang dijabarkan oleh agama yang anda yakini adalah keseluruhan dari ketakterbatasan tuhan?

Sehingga hanya terbuka dua kemungkinan. Pertama, jika batasan-batasan yang dijabarkan oleh sebuah agama adalah keseluruhan tentang tuhan, maka tuhan tidak lagi dapat diyakini sebagai tak terbatas. Kedua, jika tuhan tetap diyakini sebagai tak terbatas, maka batasan-batasan yang dijabarkan oleh agama adalah bukan keseluruhan batasan tentang tuhan. Maka sebuah penjabaran tentang tuhan di luar apa yang anda yakini dalam agama anda, masih sangat mungkin benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun