Semua Untuk Perempuan,
Berdampak Positifkah Untuk Kaum Perempuan???
Sampai saat ini hukum masih dianggap diskriminatif dan tidak berkeadilan gender. Padahal hukum seharusnya berkeadilan atau sensitif gender untuk menjamin terpenuhinya hak asasi perempuan.
Dengan mengikuti prinsip persamaan hak dalam segala bidang, maka baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak atau kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Salah satu kelompok warga negara yang karena kondisinya membutuhkan perlakuan khusus dalam hukum adalah perempuan.
Perempuan adalah orang yang dapat hamil,melahirkan anak, menyusui dan keterbatasan fisik (lemah) yang berbeda dengan kaum pria lebih kekar dan kuat secara fisik. Tanpa adanya perlakuan khusus, perempuan tidak akan dapat mengakses perlindungan hukum karena perbedaan dan pembedaan yang dihasilkan dan dilanggengkan oleh struktur masyarakat patriarkis.
Perlindungan tanpa adanya perlakuan khusus, justru akan cenderung mempertahankan diskriminasi terhadap perempuan dan tidak mampu mencapai keadilan. Domestikfikasi perempuan menjadi pemicu betapa rendahnya keterlibatan kaum perempuan berada di ruang publik.
Beberapa hari ini masyarakat dihebohkan oleh RUU atau Rancangan perundang-undangan yang akan segera disahkan oleh pemerintah. Pada RUU tersebut terdapat beberapa butir ayat yang dianggap oleh masyarakat tidak sesuai dengan demokrasi yang ada di Indonesia.
Pasal RUU KUHP soal Aborsi Pemidanaan terkait aborsi diatur pasal 251, 415, 469 dan 470. Misalnya, pasal 469 mengatur hukuman bagi perempuan yang menggugurkan kandungannya, maksimal 4 tahun bui. Orang yang menggugurkan kandungan perempuan dengan persetujuannya juga bisa dibui maksimal 5 tahun, sesuai isi pasal 470 RUU KUHP.
Pasal ini dinilai berpotensi mengkriminalisasi korban perkosaan yang hamil dan memutuskan untuk menggugurkan kandungannya. "Kondisi mental korban perkosaan seharusnya menjadi perhatian bagi negara untuk memberikan perlindungan hukum seadil-adilnya, bukan malah melakukan kriminalisasi," tulis Aliansi Reformasi KUHP dalam siaran persnya, 12 September lalu.
Isi pasal-pasal itu pun tidak sesuai dengan UU Kesehatan pasal 75 ayat 2 yang mengecualikan tindakan aborsi jika dalam keadaan darurat medis atau mengalami kehamilan sebab perkosaan. Pasal ini juga dinilai mengabaikan fakta tingginya angka kematian ibu akibat aborsi tidak aman
Baca selengkapnya di artikel "Isi RUU KUHP dan Pasal Kontroversial Penyebab Demo Mahasiswa Meluas", https://tirto.id/eiFu