Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Al-Balkhi dan Burung Pincang Lagi Buta

2 Desember 2021   02:28 Diperbarui: 2 Desember 2021   02:35 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: depositphotos.com

Dikisahkan, pada zaman dahulu hiduplah seorang Syaqiq yang terkenal akan kesalehannya, beliau bernama Al-Balkhi. Sebagai seorang pedagang Al-Balkhi sering berangkat ke negeri orang untuk menjajakan dagangannya.

Pada suatu hari, Al-Balkhi akan berangkat untuk berdagang ke negeri orang. Sebelum berangkat, tidak lupa beliau berpamitan kepada sahabat karibnya yang bernama Ibrahim bin Adham yang terkenal sebagai orang yang sangat zuhud. Orang-orang sering memanggil Ibrahim bin Adham ini dengan panggilan Abu Ishak.

"Sahabatku aku akan berangkat ke negeri yang jauh untuk menjemput rezeki, mungkin akan lama aku baru kembali, doakan aku agar selamat dan kembali bersama ridho Ilahi" pamit Al-Balkhi pada sahabatnya Abu Ishak.

Berangkatlah Al-Balkhi dilepas dengan iringan doa oleh keluarga dan sahabatnya. Namun baru berapa hari Al-Balkhi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia telah kembali lagi. Tentu saja sahabatnya menjadi heran, apa gerangan yang membuat Al-Bakhi pulang begitu cepat dari yang direncanakannya.

Padahal negeri yang menjadi tujuannya berdagang sangat jauh lokasinya. Ibrahim bin Adham yang saat itu sedang berada di masjid pun langsung bertanya kepada Al-Balkhi sahabatnya.

"Wahai al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau pulang begitu cepat?" tanyanya

"Dalam perjalanan, aku menyaksikan suatu keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera kembali dan tak melanjutkan perjalananku". Jawab Al-Balkhi

"Keanehan apa yang kamu maksud?" tanya Ibrahim bin Adham dengan bingung.

Al-Balkhi lalu segera duduk di dekat Ibrahim bin Adham dan menceritakan

"Ketika aku sedang beristirahat di sebuah bangunan yang telah rusak" kata Al-Balkhi menceritakan.

"aku melihat seekor burung yang pincang dan buta. Aku pun kemudian bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana burung ini bisa bertahan hidup, padahal ia berada di tempat yang jauh dari teman-temannya, matanya tidak bisa melihat, berjalan pun ia tak bisa". Al-Balkhi terdiam sejenak sambil menarik nafas.

"Namun tidak lama kemudian", lanjut al-Balkhi, "ada seekor burung lain yang dengan susah payah menghampiri burung buta dan pincang itu sambil membawa makanan untuknya. Dan setelah kuperhatikan seharian penuh, ternyata burung buta dan pincang itu tak akan mungkin kekurangan makanan, disebab berulang kali temannya sesama burung itu datang memberinya makan."

"Lantas apa hubungannya dengan kepulanganmu?" tanya Ibrahim bin Adham yang penasaran dan belum mengerti akan kepulangan sahabat karibnya yang secepat itu.

"Dari apa yang aku saksikan, aku pun berkesimpulan, bahwa Sang Pemberi Rezeki telah memberi rezeki yang cukup kepada seekor burung yang pincang lagi buta serta jauh dari teman-temannya. Jika demikian, berarti Allah yang Maha Pemberi, tentu akan mencukupkan rezekiku pula, sekalipun aku tidak bekerja". Kata Al-Bakhi seperti bergumam

"Oleh karena itu, akhirnya aku pun memutuskan untuk segera pulang saja saat itu karena aku yakin rezeki tentu telah dijamin oleh Sang maha pemberi".

Mendengar penuturan sahabatnya itu, Ibrahim bin Adham menggelengkan kepalanya sambil berkata. 

"wahai Al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau sampai berpikiran sesempit itu.? Mengapa engkau rela mensejajarkan derajatmu yang sehat, kuat dan juga berakal dengan seekor burung buta lagi pincang itu.? Mengapa kamu menempatkan dirimu sendiri untuk hidup dari belas kasihan dan bantuan orang lain.? Mengapa kamu tidak berpikiran sehat dan menempatkan dirimu seperti perilaku burung yang lainnya.? Yang bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup keluarganya yang memang tidak mampu bekerja.? Apakah kamu tidak tahu, bahwa tangan di atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah?" kata Ibrahim bin Adham alias Abu Ishak sambil menepuk-nepuk bahu Al-Balkhi.

Al-Balkhi seperti tersentak dan langsung bangkit menyadari kekhilafannya. Ia baru sadar bahwa dirinya telah salah dalam mengambil pelajaran dari apa yang disaksikannya di perjalanannya itu.

Saat itu pulalah ia langsung mohon diri kepada Ibrahim bin Adham sahabatnya untuk kembali berangkat berdagang ke negeri yang jauh seraya berkata.

"wahai Abu Ishak, ternyata engkaulah guru kami yang baik lagi bijaksana". Lalu iapun berangkat melanjutkan perjalanan dagangnya yang sempat tertunda.

Dari kisah ini, mengingatkan kita semua pada hadits yang diriwayatkan Dari Hakm bin Hizm Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-baik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allah akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allh akan memberikan kecukupan kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun