- Risk Appetite & Zero Accident Principle Â
 Untuk layanan publik yang menyangkut nyawa, toleransi risiko harus mendekati nol. Satu insiden saja sudah cukup untuk memicu evaluasi sistemik.
- Monitoring & Mitigasi Â
 Gunakan indikator seperti jumlah insiden per 1.000 porsi per minggu, bukan persentase porsi aman. Audit rantai pasok, SOP keamanan pangan, dan sistem deteksi dini harus menjadi standar.
Ketika Komunikasi Publik Gagal Menyentuh Nurani
Pernyataan Kepala BGN bukan sekadar miskomunikasi, tapi kegagalan etika komunikasi publik. Â
- Minimisasi risiko publik: Menyampaikan bahwa "hanya 0,0004% porsi tercemar" tanpa menyebut dampak nyawa adalah bentuk dehumanisasi statistik. Â
- Normalisasi deviasi:Â Menganggap insiden sebagai hal "wajar" justru menurunkan standar keselamatan.
Dalam komunikasi publik, gaya bicara harus tunduk pada kejujuran struktural. Ketika pejabat gagal memahami risiko dan gagal menyampaikan tanggung jawabnya, maka publik kehilangan kepercayaan.
Public Speaking dan Darurat Baca Pejabat
Di tengah insiden keracunan makanan bergizi gratis, publik tidak hanya menyoroti kualitas makanan, tapi juga kualitas pernyataan pejabat.Â
Ketika Kepala BGN memilih membandingkan 4.711 porsi tercemar dengan 1 miliar porsi aman, publik justru melihat kegagalan memahami risiko, dan kegagalan menyampaikan tanggung jawab.
Inilah yang disebut darurat baca pejabat: ketidakmampuan membaca konteks, membaca literatur, dan membaca nurani publik.Â
Public speaking bukan sekadar bicara di depan mikrofon, tapi kemampuan menyampaikan kebenaran dengan empati, akurasi, dan tanggung jawab moral.