Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ziarah Naratif Palembang (Bagian 3): Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I

8 Agustus 2025   09:34 Diperbarui: 8 Agustus 2025   09:34 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan awal Masjid Agung Palembang, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Interior Masjid Agung Palembang,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 
Interior Masjid Agung Palembang,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Karpet membentang seperti ladang spiritual. Lampu gantung kristal menyiramkan cahaya hangat yang tidak menyilaukan, namun membelai hati. Mimbar kayu ukir khas Palembang bukan sekadar tempat berdiri khatib, tetapi seperti lidah warisan yang menyampaikan pesan generasi ke generasi.

Mimbar ukir kayu khas Palembang,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 
Mimbar ukir kayu khas Palembang,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Bedug Besar: Detak Tradisi yang Menolak Dilupakan

Di sisi dalam masjid, berdiri sebuah bedug besar yang terbuat dari kayu pilihan dan kulit asli, digantung dalam rangka ukiran khas Palembang. Di permukaannya tertulis "Masjid Agung Palembang" dalam aksara Arab dan Latin, seolah menjadi pengingat bahwa suara spiritual tidak hanya datang dari pengeras suara, tetapi juga dari tradisi yang telah berabad-abad.

Bedug ini bukan sekadar alat pemanggil salat. Ia adalah detak jantung komunal, yang dahulu digunakan untuk menandai waktu ibadah sebelum azan dikumandangkan melalui mikrofon. 

Dalam sejarahnya, bedug menjadi penanda waktu salat Jumat, hari raya, dan momen-momen penting keagamaan. Ia menggetarkan ruang bukan dengan volume, tetapi dengan resonansi batin.

Makna spiritualnya terletak pada ritme yang menghubungkan langit dan bumi. Setiap pukulan bedug adalah panggilan lembut kepada umat untuk kembali ke pusat diri, untuk mengingat bahwa ibadah bukan hanya rutinitas, tetapi juga perjumpaan. 

Bedug di Masjid Agung Palembang, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 
Bedug di Masjid Agung Palembang, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Di tengah modernitas, bedug ini tetap berdiri sebagai simbol bahwa tradisi tidak mati---ia hanya menunggu untuk didengar kembali.

Tempat Wudhu: Sungai Kecil Menuju Keheningan

Di tempat wudhu, air mengalir perlahan di antara batu-batu alam. Suara gemericik itu bukan hanya menyegarkan tangan dan wajah, tetapi membersihkan niat. Ruang ini seperti sungai kecil yang mengantarkan kita menuju keheningan di hadapan Sang Pencipta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun