Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pakan Kamih: Ketika Hari Kamis di Batusangkar Menjadi Simfoni Kuliner, Budaya, dan Cerita Leluhur

30 Juli 2025   21:53 Diperbarui: 30 Juli 2025   21:53 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneka gulai dan pagek yang menggiurkan, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 


Pagi baru saja membuka tirai embunnya ketika saya memulai perjalanan di kota budaya yang teduh dan sarat warisan: Batusangkar, berada di pelukan perbukitan Luhak Nan Tuo. 

Udara sejuk menusuk namun menyegarkan---seolah memanggil untuk bergegas menuju pusat kota. Bukan untuk mengejar waktu, melainkan untuk mengejar sebuah pasar yang hanya hidup sekali dalam seminggu: Pakan Kamih, setiap hari Kamis di Pasar Batusangkar.

Di sinilah perjalanan saya dimulai. Bukan sekadar perjalanan tubuh, tapi juga perjalanan rasa, tradisi, dan sejarah yang mengalir tenang namun kuat di tanah Minangkabau.

Satu Hari, Sejuta Wajah

Sejak subuh, jalanan mulai dipenuhi langkah kaki dan roda kendaraan yang membawa hasil bumi. Warga dari berbagai nagari sekitar---Tabek, Rao-Rao, Pandai Sikek, Pariangan---bergerak menuju satu titik: pasar yang hanya hadir tiap Kamis pagi.

Pakan Kamih bukan sekadar pasar tradisional. Ia adalah ritual sosial. Di bawah tenda biru, alas terpal, dan meja kayu sederhana, tersembunyi kekayaan budaya yang tak bisa dibeli di supermarket. 

Sapaan dalam bahasa Minang, suara tawar-menawar, hingga antrean warga menjadi simfoni yang menghubungkan masa lalu dan kini.

Sarapan Pedas yang Menghangatkan Jiwa

Pojok pasar itu dipenuhi aroma santan, cabai, dan daun pakis. Di sebuah tenda, seorang ibu menyajikan lontong gulai paku yang membangunkan rasa dan ingatan. Kuahnya kental, sambalnya hijau menggoda, dan satu suapan membakar pelipis sekaligus menghangatkan jiwa.

Katupek Pical yang menggoda, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 
Katupek Pical yang menggoda, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Tak jauh dari sana, tersedia katupek pical, samba kapau, dan ayam ubek---masing-masing mengandung warisan dapur adat. 

Katupek gulai yang pedas, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 
Katupek gulai yang pedas, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Orang-orang duduk bersila, berbagi meja darurat, saling bercengkerama sambil menyuap lauk. Sarapan di Pakan Kamih bukan sekadar rutinitas pagi, melainkan perayaan kehidupan kolektif.

Pasar dan Jejak Peradaban

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun