Syahrullah: Ketika Langit Mengajak Kita Memulai Kembali
Malam itu sunyi. Angin bertiup lembut membelai dedaunan, seolah mengabarkan bahwa satu musim kehidupan akan berganti. Langit tampak tenang, dan bulan sabit tipis menggantung malu-malu di ufuk barat.
Di sebuah musholla kecil di sudut kota, seorang lelaki paruh baya duduk sendiri. Di hadapannya mushaf Al-Qur'an terbuka, namun pikirannya mengembara jauh. Ia bukan ulama, bukan pula tokoh besar. Ia hanya seorang hamba yang mencoba memahami makna waktu... dan perjalanan hidup.
Ia baru saja menyadari: malam ini bukan malam biasa. Ini adalah malam Muharram, malam tahun baru dalam kalender langit. Sebuah momen suci yang disebut Rasulullah sebagai Syahrullh, Bulannya Allah.
"Kenapa hanya Muharram yang disebut sebagai bulan-Nya Allah?" bisik hatinya.
Ia pun membuka lembar demi lembar kitab kecil warisan ayahnya yang dulu rajin mengaji di surau kampung. Di sana tertulis:
"Karena sesuatu yang dinisbatkan kepada Allah adalah sesuatu yang penuh kemuliaan."
Seperti Ka'bah yang disebut Baitullh, unta Nabi Shaleh yang disebut Naqatullh, dan para hamba terpilih yang disebut 'Ibdullh.
Lelaki itu tersentak pelan. "Berarti, Muharram bukan sekadar awal tahun... Tapi panggilan."
Ia teringat masa lalu. Tahun yang baru saja berlalu tidak selalu mudah. Ada tangis di malam yang sepi. Ada kegagalan yang membuatnya ingin menyerah. Ada dosa yang kadang ia sembunyikan di balik senyum.
Tapi kini, saat Muharram hadir mengetuk jiwanya, ia tahu: ini bukan akhir. Ini kesempatan kedua. Sebuah panggilan dari langit untuk hijrah... bukan berpindah tempat, tapi berpindah hati.
Hijrah dari lalai menuju sadar.
Hijrah dari kebiasaan buruk menuju kebajikan.
Hijrah dari sekadar hidup... menuju hidup yang berarti.
Malam semakin larut. Lelaki itu menutup mushafnya, lalu berdiri. Wudhu pun ia perbarui, seraya berbisik:
"Ya Allah, ini Muharram-Mu... Bukalah untukku lembaran baru yang Kau ridhai."
Ia tahu, esok belum tentu miliknya. Tapi malam ini, di awal Syahrullh, ia memilih untuk memulai kembali. Dengan tekad. Dengan doa. Dengan harapan.