Secara psikologis, aktivitas seperti oshikatsu bisa menjadi bentuk coping mechanism dari tekanan hidup sehari-hari. Fans menemukan semangat, inspirasi, dan bahkan perasaan diterima lewat komunitas penggemar.Â
Dalam beberapa studi, keterlibatan dalam fandom terbukti bisa meningkatkan kesehatan mental selama dilakukan dengan proporsional.
Namun, ada sisi gelap yang perlu diwaspadai: fanatisme berlebihan, utang demi membeli merchandise, atau konflik antarfans (fan wars). Oleh karena itu, edukasi tentang batas sehat dalam mendukung idola menjadi penting.
Refleksi dan Analisis: Lebih dari Sekadar Mengidolakan
Fenomena oshikatsu dan budaya serupa di seluruh dunia menunjukkan bahwa:
- Idola bukan hanya artis, tapi simbol harapan, identitas, dan pelarian dari realitas.
- Media digital memperkuat kedekatan emosional antara fans dan idola.
- Ekonomi kreatif tumbuh pesat di sekitar budaya penggemar.
Di era ekonomi digital, mendukung idola telah berubah menjadi aktivitas sosial-ekonomi terstruktur yang mempengaruhi pola konsumsi, pariwisata, hingga produksi budaya populer global.
Penutup: Antara Bahagia dan Bijak dalam Mendukung Idola
Oshikatsu telah menjadi cermin dari dunia modern: di mana batas antara realitas dan virtual kian tipis, dan emosi bisa ditransaksikan melalui merchandise, likes, dan konser daring.
Selama dilakukan dengan kesadaran, aktivitas ini bisa memperkaya hidup, memperluas pertemanan, dan bahkan mendukung industri kreatif nasional. Namun, tetap penting untuk menjaga keseimbangan antara cinta pada idola dan cinta pada diri sendiri.
Karena sejatinya, seperti kata pepatah Jepang, "Dukunglah idolamu selagi bisa. Tapi jangan lupa, kamu juga pantas didukung oleh dirimu sendiri."
Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara, Â Kompasianer sejak 2008)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI