Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tips Supaya Tidak Jatuh Miskin Saat Resesi Ekonomi; Belajar dari Pengalaman Krisis Moneter 1998

10 April 2025   11:48 Diperbarui: 10 April 2025   13:54 49055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Resesi bukan hanya isu ekonomi global yang abstrak. Ia nyata, dan bisa mengubah rencana hidup seseorang secara drastis. Saat ini, Indonesia kembali menghadapi potensi resesi yang dipicu oleh sejumlah faktor global---termasuk kebijakan tarif impor sebesar 32% oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. 

Efeknya tak hanya mengguncang neraca perdagangan, tapi juga langsung terasa di dapur rumah tangga: harga barang naik, lapangan kerja menyempit, dan daya beli menurun.

Tapi saya percaya, badai bisa dilalui jika kita punya bekal. Pengalaman menghadapi krisis moneter 1998 menjadi pelajaran hidup yang tak pernah saya lupakan. Saat itu, saya baru saja punya anak pertama---setelah menanti empat tahun sejak menikah. Rencana saya untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana di Amerika Serikat harus dikubur, bukan karena kurang semangat, tetapi karena situasi ekonomi memaksa. 

Kurs dolar melambung, biaya hidup dan studi menjadi tak terjangkau. Tapi saya tak menyerah. Saya alihkan langkah dan akhirnya menyelesaikan pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB), yang justru membuka banyak jalan rezeki dan pengalaman baru.

Tahun 2001, ketika ekonomi belum sepenuhnya pulih, anak kedua lahir. Dan akhirnya, saat ekonomi mulai stabil kembali, anak ketiga hadir di tahun 2004. Saya bersyukur bisa melewati masa-masa penuh tantangan itu tanpa jatuh miskin, bahkan tetap tumbuh---baik sebagai individu, profesional, maupun kepala keluarga.

Nah, dari perjalanan itulah saya ingin berbagi tips yang bisa jadi bekal kita bersama menghadapi kemungkinan resesi hari ini.

1. Belajar Menyederhanakan Gaya Hidup

Saat semua harga naik dan penghasilan stagnan, hidup sederhana bukan pilihan, tapi keharusan. Kurangi belanja impulsif, pilih masak di rumah dibanding makan di luar, dan belajarlah bahagia dengan hal-hal kecil. 

Ketika krisis 1998 melanda, saya dan istri sepakat untuk menata ulang semua pengeluaran. Setiap rupiah dipikirkan, bukan karena pelit, tapi karena itu satu-satunya cara agar kami tetap bisa berjalan ke depan.

2. Bangun Dana Darurat, Bukan Hanya Cita-Cita

Krisis mengajarkan bahwa dana darurat bukan teori. Saat itu, harga kebutuhan hidup melonjak tinggi seiring naiknya dolar sampai 10 kali lipat, sementara yang namanya gaji malah mengalami penurunan karena banyaknya tunjangan yang dihilangkan. 

Maka kami mulai menyisihkan sedikit demi sedikit, bahkan dari jumlah yang tak seberapa. Tabungan kecil itu menjadi pelindung saat yang lain panik, kami masih bisa bernapas.

3. Cari Jalan Tambahan, Jangan Hanya Satu Lorong

Satu sumber penghasilan kadang tidak cukup. Maka saya belajar untuk tidak bergantung hanya pada satu pekerjaan. 

Saya menulis, mengajar, bahkan membantu proyek-proyek kecil di luar pekerjaan utama. Semua itu menjadi pelampung saat arus deras menghantam.

4. Jaga Aset Seperti Menjaga Diri

Di masa krisis, kita harus lebih hati-hati dengan uang. Jangan cepat tergiur janji investasi fantastis. Pilih yang aman dan bisa dipercaya. 

Emas batangan kecil, tabungan berjangka, atau tanah kecil di kampung---semua itu lebih berguna dari pada sekadar status sosial.

5. Upgrade Diri, Bukan Cuma Gadget

Saya tetap melanjutkan pendidikan, walau bukan di luar negeri seperti rencana awal. Ternyata, keputusan itu justru membawa banyak kebaikan. 

Saya bertemu dengan orang-orang hebat di IPB, belajar banyak hal, dan membuka banyak peluang. Ilmu adalah bekal yang nilainya tak turun, bahkan di tengah krisis.

6. Hati-Hati dengan Utang, Jangan Gali Lubang Tutup Lubang

Kami berusaha sebisa mungkin tidak tergoda utang konsumtif. Kalau terpaksa berutang, harus jelas tujuannya---bukan untuk tampil gaya, tapi untuk bertahan hidup atau menambah nilai produktif. Karena sekali terjebak utang, keluar dari krisis akan jauh lebih sulit.

7. Rangkul Komunitas, Jangan Jalan Sendiri

Saya aktif di komunitas, jaringan teman, dan lingkungan kerja. Di masa sulit, informasi, peluang, dan dukungan sering datang bukan dari instansi formal, tapi dari orang-orang terdekat yang peduli. Jangan malu untuk berbagi cerita, siapa tahu justru jadi jalan keluar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun