Saat Lebaran Meriah, Badai Diam-diam Menghantam
Hari-hari menjelang Idulfitri 2025, aroma rendang dan semarak mudik mengisi hampir seluruh ruang publik Indonesia. Jalan-jalan macet, stasiun dan bandara padat, dan lini masa media sosial penuh unggahan keluarga bersilaturahmi.Â
Namun, jauh di seberang Samudra Pasifik, Presiden Amerika Serikat Donald Trump diam-diam menandatangani keputusan yang bisa mengguncang fondasi perekonomian Indonesia: tarif resiprokal sebesar 32% dikenakan kepada semua produk ekspor asal Indonesia.
Langkah ini diumumkan secara resmi oleh Gedung Putih pada 2 April 2025 dan akan mulai berlaku 9 April 2025---tepat ketika sebagian besar masyarakat Indonesia masih dalam suasana libur panjang.
Di tengah euforia Lebaran, publik belum sepenuhnya menyadari bahwa badai besar sedang mendekat. Namun bagi para pelaku usaha, eksportir, hingga analis ekonomi, sinyal darurat sudah berbunyi nyaring.
Siapa Saja yang Terkena Getahnya?
Berbeda dari yang diasumsikan banyak orang, bukan hanya industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang terancam. Data dari Kementerian Luar Negeri RI menunjukkan bahwa semua komoditas unggulan ekspor Indonesia ke AS akan terdampak.Â
Ini bukan sekadar kabar buruk---ini adalah lonceng peringatan bagi banyak sektor penting dalam perekonomian nasional.
Beberapa sektor yang akan langsung terpukul oleh kebijakan tarif 32% ini:
- Elektronik dan komponen
- Alas kaki
- Produk karet (termasuk ban)
- Minyak kelapa sawit (CPO)
- Furnitur
- Udang dan hasil perikanan laut
- Produk makanan dan minuman olahan
Misalnya, ekspor furnitur Indonesia yang selama ini sangat kompetitif di pasar AS, akan kehilangan keunggulan harga dan kemungkinan besar digantikan oleh produk dari Vietnam yang lebih murah atau Filipina yang tarifnya lebih rendah. Industri karet dan sawit, yang menopang ekonomi daerah-daerah seperti Sumatera dan Kalimantan, juga harus bersiap menghadapi penurunan pesanan dari importir AS.
Bandingkan: Mengapa Indonesia Tampak "Dihukum"?
Tarif yang dikenakan kepada Indonesia memang mencengangkan, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.Â
Berdasarkan dokumen resmi dan unggahan dari Gedung Putih, tarif tambahan terhadap negara ASEAN lainnya adalah sebagai berikut: