Mohon tunggu...
Mery Indriana
Mery Indriana Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

penyuka senja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ini Momentum Naikkan Standar Anti Radikalisme

21 Mei 2022   10:42 Diperbarui: 21 Mei 2022   10:49 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditolaknya Uztaz Abdul Somad (UAS) untuk masuk ke Singapura menimbulkan berbagai reaksi. Ada yang menilai bahwa Singapura berlebihan karena UAS dianggap ulama besar di Indonesia dan tidak selayaknya ulama besar ditolak seperti itu.

Rekasi kedua menilai bahwa penolakan itu merupakan satu kewajaran karena setidaknya merupakan hak dari negara yang dituju. Negara itu punya alasan tersendiri soal siapa yang boleh masuk dan siapa yang tidak.

Jika kita meninggalkan keterkaitan bahwa UAS adalah warga Indonesia, kita harus sadar bahwa satu negara memang punya dan harus punya standar bagi keamanan negara itu demi kenyamanan warganya. Standar itu bisa bersifat universal dan ada yang khusus, namun jika menilik demi kemanan, bisa dipastikan bahwa itu adalah standar universal.

Tidak ada negara (baca: pemerintah) yang membiarkan warganya terancam atau menjadi sasaran ancaman verbal maupun non verbal. Apakah kedatangan UAS mengancam ? Memang tidak, namun secara verbal melalui jejak digital yang selama ini bisa dibaca dan didengar oleh siapa saja, menegaskan bahwa isi ceramahnya  bersifat mengancam bagi keberagaman Singapura. Melalui pemerintah dalam negeri mereka mengungkapkan bahwa isi ceramah UAS bersifat pro kekerasan, pro konflik dan intoleran. Singkat kata, UAS dianggap sebagai pencaermah agama bersifat radikal atau ekstrem yang bisa mengancam persatuan di Singapura.

Keberagaman Singapura memang tidak sekompleks Indonesia. Tapi warga mereka berasal dari berbagai etnis; ada Melayu, China, Tamil, Eropa, dll. Secara kualitas manusia, pendidikan dan ekonomi, Singapura adalah negara paling maju secara intelektual dan paling kaya di Asia Tenggara jauh mengalahkan Indoensia, Malaysia dan Thailand.

Kehidupan masyarkat mereka sangat inklusif sehingga harus dijaga dari berbagai ancaman kekerasan bahkan terorisme.Dan jika merujuk standar universal atau global, maka alasan ini bisa diterima.

Karena itu kita perlu mengkoreksi diri. Apakah kita yang terlalu permisif (serba membolehkan, suka mengizinkan) kekerasan berbentuk verbal atau non verbal ini ada di sekeliling kita. Isi cermah yang mengizinkan kekerasan adalah wujud nyata dari kekerasan verbal itu sendiri.

Sedangkan non verbal kita bisa lihat banyak anak muda yang terinspirasi dengan berbagai ajaran dan ceramah agama yang radikal untuk membuat bom, menyakiti orang lain yang berbeda dan lain sebagainya.

Inilah momentum kita untuk memperbaiki standar ancaman kekerasan, memperkuat rasa persatuan dan menjauhkan bangsa kita dari berbagai tindakan radikalisme dan terorisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun