Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Karena Kompasiana Saya Enggan Menulis di Majalah

17 September 2015   00:21 Diperbarui: 17 September 2015   20:19 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas si ana begitulah sering aku menyebutnya jika menuliskannya di media sosial seperti facebook, sehingga menimbulkan kesan bahwa kompasaiana adalah bagian dari kompas, menjadikan sebutan kompasiana terkesan lebih berkelas.

Berawal mencari referensi untuk menulis artikel tentang agama pada blog yang aku kelola, aku menemukan tulisan seseorang yang dimuat pada kompasiana. Tertarik menyimak sebuah artikel yang banyak hits, banyak pembacanya. Aku pun klik daftar dan berhasil.

Hari itu 17 agustus 2011, aku langsung publikasi tulisan siang hari. Pertama kali publikasi artikel langsung menghebohkan kompasianer lainnya. Banyak komentar bermunculan, bahkan ada yang menghina, mengejek. Hal itu terjadi lantaran aku menulis artikel perbandingan agama, sedangkan rubrik agama sudah dihapus. Artikel tersebut dianggap bertentangan dengan terms & conditions.

Sebagai mahasiswa, sebelum kenal kompasiana sudah sering menulis artikel di blog yang menggunakan domain dan hosting berbayar dengan tingkat keterbacaan yang lumayan. Rata-rata pengunjung blog mencapai 1.000 klik per hari. Hosting yang digunakan yang paling murah, akibatnya server terganggu, bahkan blog berulangkali ditutup sementara. Lalu, kompasiana menjadi tempat pelarian.

Di media sosial waktu itu aku memang doyan membanding-bandingkan agama, studi komparatif cukup menarik bagiku. Hal itu terjadi akibat sedang gencar pemeluk non Hindu yang mengejek ajaran Hindu yang dianggap ajaran kuno, pemuja berhala, dan lain sebagainya. Tentulah berusaha untuk meluruskannya, dan tak kalah seru juga mempertanyakan kejanggalan-kejanggalan ajaran agama yang mereka anggap paling sempurna.

Meski rubrik agama sudah dihilangkan, aku tetap menulis artikel tentang agama sebab latar belakangku memang mahasiswa agama. Artikel berbau perbandingan agama dengan cara halus masih dipublikasi sehingga pembaca lumayan banyak, aku selalu tertarik untuk menulis di kompasiana tanpa ada eror, sayangnya seringkali kehilangan artikel yang sudah susah payah diketik, akibat dihapus admin.

Akibatnya aku enggan menulis, lalu memilih kirim tulisan ke majalah. Tulisanku beberapa kali termuat di majalah, namun sayangnya judul tulisan selalu diubah redaksi. Sehingga aku enggan kirim tulisan ke majalah, padahal majalah tersebut merupakan salah satu majalah hindu terbesar di Indonesia. Lalu, aku kembali aktif menulis di kompas si ana.

Suatu ketika menulis artikel yang cukup membuat pembaca kebakaran jenggot, terutama dari umat Islam. Inti tulisan itu menganjurkan untuk menghapus ayat-ayat kekerasan dalam kitab suci Alquran agar masyarakat awam tidak menyalahgunakan ayat kekerasan tersebut untuk melakukan tindakan terorisme atas nama agama. Yang tak aku sadari, foto yang aku gunakan untuk memperindah tulisan adalah gambar nabi muhamad yang aku ambil dari internet. Gambar yang memperolok-olok nabi yang dimuliakan umat Islam. Akibatnya aku ditendang admin, akun diblokir pihak kompasiana, padahal aku terdaftar sebagai kompasianer yang sah alias terverifikasi. Untung saja tidak diseret ke meja hijau.

Beberapa minggu kemudian, mendaftar akun baru di kompasiana, tepatnya 18 september 2012. Mulai saat itu bertobat menulis perbandingan agama, lebih memilih jalan damai dengan menulis ajaran agama sendiri, dan menulis tentang politik. Jadi aku selama setahun sering menulis artikel nyerempet-nyerempet ajaran agama tetangga.

Dengan akun baru, gaya menulisnya pun lebih baru dan serius, tidak sembarang tulisan dimuat di kompasiana. Tulisan yang berupa opini serampangan lebih senang dipublikasi di blog gratisan atau hanya ribut-ribut di media sosial lainnya seperti facebook. Menulis di kompasiana hanya tulisan yang serius dan memiliki referensi yang dapat dipercaya. Tulisan jadi terkesan ilmiah dan sulit dibantah. Meski begitu, ketika masa kampanye pemilihan gubernur sering menulis tentang politik dan pernah juga dikutip media lokal menjadi sumber berita, sempat menjadi perbincangan orang banyak gara-gara menulis artikel di kompasiana tentang ramalan pemenang pilgub yang hasilnya tepat dan angka kemenangan hampir akurat. Ramalan hasil penglihatan gaib bapakku, tetapi seolah-olah aku yang tahu meramal.

Selain menulis agama, politik dan seks, senang juga menulis cerpen. Ada puluhan cerpen yang aku tulis, akan tetapi hampir semua cerpen adaptasi dari kisah nyata, pengalaman pribadi. Bahkan salah satu cerpen tembus dibaca puluhan ribu klik, mencapai 57ribu. Akan tetapi karena cerpen yang ditulis kisah nyata dan berencana dibukukan, aku menghapusnya. Hanya tinggal beberapa cerpen saja. Begitulah pengalamanku menjadikan kompasianer. Di kompasiana aku menemukan mood menulis yang tak ditemukan di media lain, termasuk majalah, apalagi blog gratisan seperti blogspot, wordpress, dan lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun