Alasan beliau memberlakukan hal tersebut karena kegiatan yang nantinya dilaksanakan akan berkecimpung dengan kotoran sampai sore tiba. Khawatirnya akan mepet sekali waktu untuk shalat ashar karena harus membersihkan diri terlebih dahulu ditambah dengan mengantri di kamar mandi mengingat jumlah kami yang lumayan ramai.
Dari sini saya sudah merasa was-was, kembali menerka-nerka kegiatannya bakal seperti apa sampai harus bermain kotor-kotoran dan menjamak shalat. Tapi mau bagaimanapun kaki sudah menjejak di desa tujuan, mau balik pulang sudah tidak mungkin. Tidak ada pilihan selain patuh pada arahan panitia.
Singkat cerita, selesai shalat lalu makan siang bersama kami pun turun mengunjungi pesisir. Ternyata kawasan tempat kami menanam mangrove adalah daerah dengan intesitas lumpur yang lumayan dalam. Recovery mangrove ini cukup memakan waktu karena kami harus menggali tanah berlumpur itu dengan kedalaman 25-30 cm dan memperkirakan jarak antar mangrove yang lebih kurang 1 meter.
Beberapa dari kami merasa kesulitan beradaptasi dengan kegiatan ini, ada saja yang tiba-tiba jatuh terjerambab menyuruk ke dalam lumpur terutama bagi yang perempuan. Kalau sudah tersuruk begitu susah untuk kembali bangkit dan mesti memerlukan bantuan teman yang lain. Belum lagi kerumunan serangga kecil agas yang menjadikan sekujur tubuh kami santapan lezat.
Alih-alih menyesal dengan agenda hari itu, justru kami begitu menikmati dengan segala hal yang telah terjadi. Berbagi kerecehan hingga tawa di setiap suasana. Tadinya saya juga wanti-wanti sepulang dari kegiatan ini bakal dikeroyok oleh kelima teman saya karena sudah membawa mereka mandi lumpur.Â
Namun sepertinya teman-teman saya juga tampak happy, meski sesekali ada yang merengek terendam lumpur. Setidaknya sudah membuat saya cukup lega.
Kegiatan recovery mangrove berakhir sekitar pukul 17.00 WIB, lalu kami secara bergantian membersihkan diri dan mengganti pakaian yang sudah amat kotor. Ketersediaan kamar mandi yang terbatas membuat kami mengantri bahkan hingga azan maghrib berkumandang.
Kami pun kembali melaksanakan shalat berjamaah. Kali ini yang menjadi imam bukan lagi kakak wapresma melainkan warga desa setempat.
Seusai itu, kami segenap rombongan mengemasi segala perlengkapan kegiatan juga pribadi dan berpamitan seadanya kepada beberapa warga setempat karena masih suasana maghrib. Perjalanan dilanjutkan kembali ke kota asal kampus dengan membawa cerita yang cukup seru di hari itu.