Mohon tunggu...
Mena Oktariyana
Mena Oktariyana Mohon Tunggu... Penulis - a reader

nevermore

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Memori Konyol: Aku dan Harry Potter

2 Desember 2019   13:37 Diperbarui: 2 Desember 2019   14:58 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak mengambil studi sastra Inggris, saya semakin keranjingan dengan novel Inggris klasik. Dulu ketika saya masih anak sekolah yang miskin dan tak mampu beli buku, saya rela nongkrong berlama-lama di perpustakaan SMP yang mana mereka punya koleksi buku dan novel yang lumayan banyak. Tidak heran, sebagai SMP unggulan berstandar nasional, fasilitas teknologi sampai kesusastraan menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh mereka.

Di rak-rak buku itulah, saya pertama kali bisa membaca seri novel Harry Potter yang pertama "Harry Potter and the Philosopher's Stone", kecintaan saya dengan Harry Potter berawal dari film-filmnya yang saya tonton setiap liburan natal di bioskop Trans TV. Diikuti dengan film The Lord of the Rings yang pertama kali saya tonton di TV7, sekarang namanya Trans7. Untung keluarga saya punya TV waktu itu, coba kalau tidak. Mungkin saya tak akan gemar membaca seperti sekarang.

Kegemaran membaca saya memang diawali dari TV, lebih tepatnya ya film Harry Potter dan The Lord of the Rings itu. Kedua film itu bisa dibilang menjadi pintu gerbang buat saya untuk mengenal lebih banyak buku. Apakah pada usia SMP saya tahu kalau kedua film itu adaptasi dari novel? tentu saya tidak tahu. Kemudian saya tahu dari berita, dan acara yang membahas soal film-film baru yang akan tayang di bioskop, kalau dulu nama acaranya "Sinema Sinema", pembawa acaranya yang saya ingat betul adalah Ira Wibowo.

Dari situlah, ketika saya ingin sekali membaca buku Harry Potter, dan yang bisa saya lakukan hanya menelan rasa penasaran terhadap buku itu pelan-pelan. Sampai suatu hari, saya menemukannya di rak buku sekolah dan meminjamnya. Seperti yang sudah saya jelaskan di awal cerita.

Dari situ rasa suka saya terhadap Harry Potter makin membuncah, gila! itulah kata yang cocok. Setiap libur sekolah saya tidak pernah absen untuk mantengin Trans Tv atau TV7, berharap mereka mengiklankan film Harry Potter yang akan mereka tayangkan di liburan sekolah. Dan saat iklan itu muncul, girang bukan main saya, padahal hanya melihat cuplikan iklannya saja.

Ketika filmnya akan tayang, saya akan satu atau dua jam nongkrong lebih awal di depan TV dan menggenggam remot di tangan. Alasannya sederhana, biar Bapak tidak menggantinya dengan sinetron Angling Darma yang mengandung naga yang tidak jelas bentuknya itu. Sering kami berebut remot TV gara-gara Harry Potter dan Angling Darma. Seketika mama lah yang menjadi wasit di antara kami. Saya sampai kena omel Bapak gara-gara problematika TV ini. Sungguh menjengkelkan loh moment-moment rebutan remot itu.

Saking sukanya saya sama Harry Potter ini, tiap hari saya cerita panjang lebar tentang Harry Potter ke Eva, teman sebangku saya pas SMP. Eva yang suka film Titanic, sering tidak setuju kalau Harry Potter itu lebih bagus dari Titanic, jadilah kita ribut soal Harry Potter dan Titanic. Dua orang sahabat yang saling berdebat dan membela masing-masing film favoritnya. Yang satu bercerita soal sedihnya pas Rose ditinggal mati Jack, yang satunya asik bercerita tentang indahnya dunia sihir Harry Potter.

Pernah suatu hari saat jam kosong, kami berdua nongkrong di Perpustakaan yang kebetulan letaknya disebrang kelas kami. Kami iseng-iseng baca-baca majalah waktu itu, eh saya melihat ada artikel tentang Harry Potter di majalah itu. Sontak pikiran jahat merasuk otak saya. Saya tidak punya poster film Harry Potter di kamar, pikirku. Tak ada poster, kiplingpun jadi.

Dan di tangan saya waktu itu ada artikel yang penuh dengan gambar-gambar Harry Potter, Ron Wesley, dan karakter lainnya. Saya langsung bisik-bisik ke Eva dengan maksud kalau saya pengen sobek gambar mereka semua. Kami agak ragu-ragu awalnya, namun setelah diamati, majalah-majalah ini adalah majalah lama yang sudah usang. Di pikiran kami waktu itu pasti tak jadi soal kalau kita robek gambar di dalamnya, toh kelihatannya ini majalah terbengkalai. Karena tidak ada gunting, kami merobeknya satu-satu dengan pelan supaya penjaga perpus yang sedang duduk di dekat pintu masuk tidak curiga.

Setelah itu, saya ingat kalau saya punya satu buku tulis kosong yang saya pakai untuk menempel segala kiplingan gambar Harry Potter, entah itu dari majalah, koran dll. Dan hal itu saya lakukan sampai saya masuk SMK.

Saking sukanya dengan Harry Potter, kakakku rela membelikan aku poster-poster Harry Potter yang dia beli di pinggir jalan dekat pasar di Purwokerto. Senang bukan main, langsung saya pajang semua poster-poster itu sampai cat tembok kamar tak kelihatan lagi warnanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun